Asma'ul Husna

Laman

Thursday 3 January 2013

Sejarah Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia



Perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah lain sebagai salah satu instrumen penting dalam sistem ekonomi telah berkembang begitu pesat, bukan hanya di negara-negara berpenduduk Muslim, tapi juga di negara-negara non Muslim, seperti Amerika, Australia, Irlandia, Inggris, Luxemburg, Canada, Switzerland dan Virgin Island.  Di Indonesia perkembangan perbankan dan lembaga keuangan syariah tidak kalah cepat dibandingkan dengan negara-negara Muslim lain, termasuk Malaysia, Pakistan, Iran dan Sudan.


Pertumbuhan lembaga keuangan syariah tersebut jelas membutuhkan dukungan sumber daya insani (SDI) yang kompeten, yaitu SDI yang bukan saja memiliki kompetensi dalam bidang sains dan teknologi tapi juga memiliki pemahaman yang mendalam tentang aspek-aspek syariah. Kompetensi ini juga diimbangi dengan komitmennya untuk membangun sistem ekonomi berbasis nilai-nilai Islam.

Kiprah Tazkia dalam pengembangan ekonomi Islam diawali pada awal tahun 1998 ketika Bank Indonesia mulai memberikan perhatian yang lebih serius dalam pengembangan perbankan syariah, sebagai salah satu solusi untuk menyehatkan industri perbankan nasional yang runtuh diterjang krisis ekonomi yang dilanjutkan dengan krisis multidimensi. Pada saat itu Tazkia diberi kesempatan oleh Bank Indonesia untuk menyelenggarakan pelatihan-pelatihan perbankan syariah, baik bagi para pejabat di lingkungan Bank Indonesia maupun praktisi dari industri perbankan nasional. Dampak dari pelatihan-pelatihan serta upaya Bank Indonesia untuk mengembangkan bank syariah – yang ditandai dengan lahirnya UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No.7 tahun 1992 - membuahkan hasil. Bank IFI memutuskan untuk mendirikan unit usaha syariah (UUS). Pemegang saham Bank Susila Bhakti (BSB) memutuskan untuk mengkonversi menjadi syariah, lalu lahirlah Bank Syariah Mandiri (BSM). Langkah Bank IFI dan BSM tersebut lalu diikuti oleh bank lain seperti Bank Jabar, Bank Bukopin, Bank Danamon, Bank Jateng, Bank SUMUT, Bank BRI, Bank BNI dan lain-lain. 

Selama ini menjalankan pelatihan-pelatihan serta mendampingi beberapa bank untuk mendirikan syariah, Tazkia banyak berinteraksi para bankir, otoritas keuangan, para ulama dan akademisi. Dari berbagai diskusi dengan para pihak dan para tokoh diperoleh kesimpulan bahwa untuk memenuhi kebutuhan atas SDI yang kompeten, tidak cukup hanya menyelenggarakan pelatihan-pelatihan bagi para bankir dan praktisi keuangan, tatapi diperlukan pendidikan dalam berbagai jenjang, dari sekolah dasar sampai Perguruan Tinggi.  

Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan yang paling tepat untuk memenuhi kebutuhan SDI yang sangat mendesak. Untuk melihat sejauhmana peran pendidikan tinggi dalam melahirkan SDI-SDI yang kompeten, Tazkia menyelenggarakan persiapan dengan menyelenggarakan Seminar & Lokakarya Pendidikan Ekonomi Islam di Perguruan Tinggi. Forum ini menghadirkan para tokoh, baik dari dalam maupun luar negeri, seperti: Dr. Umer Chapra (Konsultan Senior IDB), Prof. Dr. Satrio Sumnatri Brojonegoro (Dirjen Dikti), Dr. Cuk Sukiadi (Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia), Prof. Dr. Johan Syarif (Konsorsium Ilmu-ilmu Ekonomi), Prof. Dr. Halide (Guru Besar Universitas Hasanudin), Prof. Dr. Amin Suma (Dekan Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Prof. Dr. Didin S. Damanhuri (Guru Besar IPB) dan Drs. Dumairi, MA (Dosen pasca Sarjana UGM Yogyakarta). 

Untuk melihat kebutuhan industri lembaga keuangan syariah, Tazkia juga menyelenggarakan Seminar tentang Prospek Lembaga Keuangan Syariah dalam Perspektif Sumberdaya Insani (SDI) dan Pasar. Seminar ini membicarakan Tiga direktur lembaga kuangan syariah, yaitu: Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia (Riawan Amin, MSc); Direktur Utama Asuransi Takaful Keluarga (Ir. Agus Siswanto), Direktur Utama Asuransi Takaful Umum (Shakti Agustono, SE) dan Kepala Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia (Harisman, MA).

Berdasarkan berbagai masukan serta hasil forum-forum tersebut di atas, maka Tazkia mendirikan Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia atau dikenal dengan STEI yang mendapatkan ijin operasional pada tahun 2002.  STEI Tazkia beroperasi  dibawah naungan Yayasan Tazkia Cendekia yang dibentuk berdasarkan Akta No. 5 Notaris Syarif Tanudjaja tanggal 11 Maret 1999.

No comments:

Post a Comment