Perbankan
syariah dan lembaga keuangan syariah lain sebagai salah satu instrumen penting
dalam sistem ekonomi telah berkembang begitu pesat, bukan hanya di
negara-negara berpenduduk Muslim, tapi juga di negara-negara non Muslim,
seperti Amerika, Australia, Irlandia, Inggris, Luxemburg, Canada, Switzerland
dan Virgin Island. Di Indonesia
perkembangan perbankan dan lembaga keuangan syariah tidak kalah cepat
dibandingkan dengan negara-negara Muslim lain, termasuk Malaysia, Pakistan,
Iran dan Sudan.
Pertumbuhan
lembaga keuangan syariah tersebut jelas membutuhkan dukungan sumber daya insani
(SDI) yang kompeten, yaitu SDI yang bukan saja memiliki kompetensi dalam bidang
sains dan teknologi tapi juga memiliki pemahaman yang mendalam tentang
aspek-aspek syariah. Kompetensi ini juga diimbangi dengan komitmennya untuk
membangun sistem ekonomi berbasis nilai-nilai Islam.
Kiprah
Tazkia dalam pengembangan ekonomi Islam diawali pada awal tahun 1998 ketika
Bank Indonesia mulai memberikan perhatian yang lebih serius dalam pengembangan
perbankan syariah, sebagai salah satu solusi untuk menyehatkan industri
perbankan nasional yang runtuh diterjang krisis ekonomi yang dilanjutkan dengan
krisis multidimensi. Pada saat itu Tazkia diberi kesempatan oleh Bank Indonesia
untuk menyelenggarakan pelatihan-pelatihan perbankan syariah, baik bagi para
pejabat di lingkungan Bank Indonesia maupun praktisi dari industri perbankan
nasional. Dampak dari pelatihan-pelatihan serta upaya Bank Indonesia untuk
mengembangkan bank syariah – yang ditandai dengan lahirnya UU No. 10 Tahun 1998
tentang Perubahan UU No.7 tahun 1992 - membuahkan hasil. Bank IFI memutuskan
untuk mendirikan unit usaha syariah (UUS). Pemegang saham Bank Susila Bhakti
(BSB) memutuskan untuk mengkonversi menjadi syariah, lalu lahirlah Bank Syariah
Mandiri (BSM). Langkah Bank IFI dan BSM tersebut lalu diikuti oleh bank lain
seperti Bank Jabar, Bank Bukopin, Bank Danamon, Bank Jateng, Bank SUMUT, Bank
BRI, Bank BNI dan lain-lain.
Selama
ini menjalankan pelatihan-pelatihan serta mendampingi beberapa bank untuk
mendirikan syariah, Tazkia banyak berinteraksi para bankir, otoritas keuangan,
para ulama dan akademisi. Dari berbagai diskusi dengan para pihak dan para
tokoh diperoleh kesimpulan bahwa untuk memenuhi kebutuhan atas SDI yang
kompeten, tidak cukup hanya menyelenggarakan pelatihan-pelatihan bagi para
bankir dan praktisi keuangan, tatapi diperlukan pendidikan dalam berbagai
jenjang, dari sekolah dasar sampai Perguruan Tinggi.
Pendidikan
tinggi merupakan jenjang pendidikan yang paling tepat untuk memenuhi kebutuhan
SDI yang sangat mendesak. Untuk melihat sejauhmana peran pendidikan tinggi
dalam melahirkan SDI-SDI yang kompeten, Tazkia menyelenggarakan persiapan
dengan menyelenggarakan Seminar & Lokakarya Pendidikan Ekonomi Islam di
Perguruan Tinggi. Forum ini menghadirkan para tokoh, baik dari dalam maupun
luar negeri, seperti: Dr. Umer Chapra (Konsultan Senior IDB), Prof. Dr. Satrio
Sumnatri Brojonegoro (Dirjen Dikti), Dr. Cuk Sukiadi (Ketua Ikatan Sarjana
Ekonomi Indonesia), Prof. Dr. Johan Syarif (Konsorsium Ilmu-ilmu Ekonomi),
Prof. Dr. Halide (Guru Besar Universitas Hasanudin), Prof. Dr. Amin Suma (Dekan
Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Prof. Dr. Didin S. Damanhuri
(Guru Besar IPB) dan Drs. Dumairi, MA (Dosen pasca Sarjana UGM
Yogyakarta).
Untuk
melihat kebutuhan industri lembaga keuangan syariah, Tazkia juga
menyelenggarakan Seminar tentang Prospek Lembaga Keuangan Syariah dalam
Perspektif Sumberdaya Insani (SDI) dan Pasar. Seminar ini membicarakan Tiga
direktur lembaga kuangan syariah, yaitu: Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia
(Riawan Amin, MSc); Direktur Utama Asuransi Takaful Keluarga (Ir. Agus
Siswanto), Direktur Utama Asuransi Takaful Umum (Shakti Agustono, SE) dan
Kepala Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia (Harisman, MA).
Berdasarkan
berbagai masukan serta hasil forum-forum tersebut di atas, maka Tazkia
mendirikan Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia atau dikenal dengan STEI yang
mendapatkan ijin operasional pada tahun 2002.
STEI Tazkia beroperasi dibawah
naungan Yayasan Tazkia Cendekia yang dibentuk berdasarkan Akta No. 5 Notaris
Syarif Tanudjaja tanggal 11 Maret 1999.
No comments:
Post a Comment