Mazhab Baqir as-Sadr yang dipelopori oleh Baqir as-Sadr dengan
tokoh-tokohnya seperti Abbas Mirakhor, Baqir al-Hasani, Kadim as-Sadr,
IrajToutounchian, Hedayati dan lainnya. Mazhab ini
berpendapat bahwa ilmu ekonomi tidak akan pernah bisa
sejalan dengan Islam. Keduanya tidak
pernah dapat disatukan karena berangkat dari filosofi yang saling kontradiktif yaitu;
yang satu berlandaskan Islam dan satunya lagi anti dengan Islam. Sejalan dengan itu semua teori yang
dikembangkan oleh ekonomi konvensional ditolak dan dibuang. Sebagai gantinya
mazhab ini berusaha untuk menyusun teori-teori baru dalam ekonomi yang langsung
digali dan langsung dideduksi dari Al Quran dan As-Sunnah.
Madzhab ini menolak pernyataan Ilmu ekonomi yang
menyebutkan bahwa sumber daya alam terbatas, karena menurutnya sumber daya ada
tidaklah terbatas. Alasan yang digunakan oleh madzhab ini adalah kalimat Allah
SWT yang menyebutkan “sungguh telah kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran
yang setepat-tepatnya (Qs: al-Qamar 49). Dengan demikian, mereka memiliki
pemikiran bahwa Allah SWT telah memberikan sumber daya alam yang cukup bagi
umat manusia di kehidupan duniawi sehingga tidak alasan bagi siapapun mengatakan
bahwa sumber daya yang ada terbatas.
Serta, pendapat bahwa keinginan manusia tidak terbatas
juga ditolak oleh madzhab Baqir ini, sebagai contoh: bahwa manusia akan
berhenti minum jika dahaganya telah terpuaskan. Yang mana sejalan dengan teori
LDMU (law diminishing marginal utility) yang mana jika keinginannya terpuaskan
lalu tetap ditambah lagi yang ada bukannya menjadikan dia semakin terpuaskan,
malah semakin bosan yang akhirnya tidak menggunakannya sama sekali.
Madzhab Baqir berpendapat bahwa permasalahan yang muncul
dalam ekonomi bukanlah dikarenakan oleh kedua hal yang telah dipaparkan di atas
(sumber daya yang langka maupun kepuasan tak terbatas manusia itu sendiri)
melainkan di karenakan keserakahan manusia yang tidak terbatas dan karena distribusi
yang tidak merata dan adil. Yang terjadi, yang kuat menindas yang lemah. Yang
kuat memiliki akses untuk mendapatkan sumber daya sehingga menjadi sangat kaya
dan yang lemah sebaliknya, mereka sama sekali tidak memiliki akses dan
senantiasa selalu dalam kemiskinannya.
Seperti yang telah dipaparkan pada paragraf pertama yang
mana istilah ekonomi Islam tidak mereka setujui maka mereke menawarkan istilah
baru yang berasal dari filosofi Islam, yakni “IQTISHAD”. Iqtishad bukan sekedar
terjemahan dari ekonomi, ia berasal dari bahasa arab (Qasd) yang secara
harfiah berarti “equilibrium” keadaan sama atau seimbang.
Sumber: Ekonomi Mikro Islam (Edisi ketiga). Ir. Adiwarman A. Karim, S.E., M.B.A., M.A.E.P
No comments:
Post a Comment