ARTI APRESIASI DOLLAR BAGI KITA
Andi Irawan
Doktor Ekonomi IPB dan Peminat Telaah Ekonomi Politik Nasional
Sepanjang tahun ini nilai Rupiah telah turun sekitar 13,5 persen. Bahkan pekan ke-4 Bulan agustus ini, Pelemahan rupiah sudah menembus angka Rp 11.000 per Dollar AS-nya. Depresiasi mata uang memang bukan fenomena spesifik kita, banyak negara lain yang juga mengalami pelemahan nilai tukar mata uangnya terhadap Dollar AS. Wapres Boediono mengatakan fenomena ini lebih tepatnya disebut apresiasi Dollar terhadap sejumlah mata uang negara-negara di dunia.
Apresiasi Dollar ini terjadi karena respon dari pelaku ekonomi dunia terhadap Tapering dari Bank Sentral AS (The Fed). Tapering adalah rencana pengurangan pembelian obligasi atau pengurangan kebijakan memperlonggar likuiditas atau quantitative easing (QE).
Tapering memberikan sinyal bagi pemilik modal bahwa kondisi ekonomi AS telah pulih sepenuhnya. Sementara itu kekuatan Asia sebagai sumber pertumbuhan global sudah turun lebih dari 50 persen dibandingkan tiga bulan lalu. Ini gara-gara gonjang-ganjing sektor keuangan dunia dengan perlambatan terbesar di China. Akibatnya aliran modal yang selama ini banyak masuk ke kawasan Asia beralih kembali ke AS. Hal inilah yang menyebabkan penguatan (apresiasi) Dollar terhadap mata uang sejumlah negara-negara di dunia.
Apresiasi Dollar ini bisa bermakna manfaat dan bisa juga berarti mudarat tergantung pada implikasinya pada perekonomian nasional suatu negara. Pertama, ia bermakna manfaat, karena menjadi mekanisme koreksi siklus ekonomi internasional suatu negara. Artinya depresiasi mata uang domestik adalah proses koreksi dari Neraca Pembayaran yang defisit. Komponen Neraca Pembayaran yang langsung dikoreksi itu adalah Neraca Transaksi Berjalan. Neraca ini menghitung selisih ekspor dan impor dari barang dan jasa suatu negara. Depresiasi mata uang domestik menyebabkan harga-harga barang di pasar dunia menjadi relatif lebih mahal dari harga-harga barang dan jasa di pasar domestik. Ini akan memacu ekspor dan menekan impor yang selanjutnya mengkoreksi defisit neraca transaksi berjalan.
Kedua, bermakna mudarat. Hal ini jika depresiasi mata uang domestik terhadap Dollar AS tersebut menimbulkan tiga dampak ekonomi negatif.
Tiga dampak negatif tersebut adalah; pertama, inflasi. Inflasi terjadi karena barang-barang impor yang dibeli dengan Dollar menjadi lebih mahal ketika diukur dengan mata uang domestik. Ketika barang itu adalah barang modal maka ia menimbulkan inflasi karena menaikkan biaya produksi (cost push inflation). Sedangkan ketika yang diimpor itu adalah barang konsumsi, inflasi terjadi karena kenaikan langsung harga barang itu ketika dinilai dengan mata uang domestik (import inflation).
Kedua, perlambatan pertumbuhan ekonomi. Bahan baku impor dibeli dalam dolar yang jika dinilai dalam mata uang domestik berarti terjadi kenaikan harga bahan baku atau terjadi kenaikan biaya produksi, padahal produk yang dijual dalam mata uang domestik. Ketika keuntungan yang didapat tidak lagi bisa menutupi biaya yang semakin mahal akibat kenaikan harga bahan baku impor maka sebagian industri kolaps yang berimplikasi pada menurunnya pertumbuhan ekonomi.
Ketiga adalah meningkatkan angka pengangguran. Pengangguran meningkat karena industri yang kolaps terpaksa mem-PHK karyawannya atau industri yang masih eksis terpaksa menekan biaya produksi dengan memangkas jumlah tenaga kerja yang dipekerjakannya.
Bahkan bisa menimbulkan krisis ekonomi jika magnitude dari dampak negatif itu besar dan berdurasi lama. Sebagai contoh dampak negatif dari apresiasi Dollar AS yang melanda kawasan Asia Pasifik di pertengahan 1997 telah menimbulkan krisis ekonomi bagi negara kita. Pelemahan Rupiah yang terjadi telah berimplikasi dalam magnitude yang besar berupa pertumbuhan ekonomi yang negatif (pernah -13 persen di tahun 1998) dan hiper inflasi (kenaikan harga umum di atas 70 persen tahun 1998). Sedangkan durasi dari semua ketidaknyamanan ekonomi itu kita alami dalam waktu yang cukup panjang yakni 2-3 tahun.
Lalu apa makna apresiasi Dollar terhadap perekonomian Nasional. Dalam konteks kekinian kita, saya menduga dampak negatif lah yang akan hadir, mengapa?
Pertama, Dari sisi demand, permintaan komoditas impor kita bersifat inelastik. Kita mengimpor komoditas yang umumnya sangat kita butuhkan bagi perekonomian domestik, jika terjadi kenaikan harga pasar internasional hanya menyebabkan penurunan jumlah impor yang relatif kecil. Sebagaimana yang diketahui 77 persen yang kita impor dalam bahan baku untuk kepentingan produksi dan industri, sisanya BBM, bahan pangan, obat-obatan dan lain-lain. Hal ini menyebabkan nilai impor tetap besar walaupun harga-harga pasar internasionalnya naik, yang menyulitkan koreksi Neraca Transaksi Berjalan dalam jangka waktu pendek. Ketika defisit Neraca Transaksi Berjalan tidak dikoreksi maka dampak negatif dari pelemahan Rupiah terhadap Dolar (inflasi, pertumbuhan ekonomi melambat, dan pengangguran) terus berlanjut.
Kedua, masalah sisi suplai. sisi suplai valas kita memang belum hadir karena keunggulan perdagangan internasional kita terkendala dengan masalah klasik seperti faktor inefiensi kelembagaan ekonomi pasar yang berbiaya tinggi akibat sarat dengan perburuan rente, infrastruktur dan SDM dengan kualitas yang lemah.
Empat paket kebijakan Penyelamatan Ekonomi yang diluncurkan pemerintah pada 23/8 untuk mengantisipasi dampak negatif dari Depresiasi Rupiah sebenarnya merupakan pekerjaan rumah yang seharusnya telah selesai dilakukan 2-3 tahun lalu tampa perlu menunggu shock ekonomi berupa depresiasi Rupiah. Walaupun demikian dalam kondisi seperti saat ini, prinsip “lebih baik terlambat daripada tidak berbuat sama sekali”, tetap harus diapresiasi. Mudah-mudahan pelemahan Rupiah menjadi stimulator nyata bagi pemerintah menuntaskan pekerjaan rumah yang terbengkalai khususnya dalam membangun kekuatan sisi Suplai Perdagangan Internasional kita.
No comments:
Post a Comment