Dari sejarah
masa lalu dapat kita ambil satu kesimpulam bahwa ekonomi islam sudah diterapkan
semenjak awal adanya agama sawami dimuka bumi. Hal ini tergambar dari perilaku
habil dan qabil yang memiliki prinsip yang berbeda dalam mempersembahkan hasil
pekerjaan meraka kepada sang khaliq. Prinsip pertama yang tergambar dari
peristiwa habil dan qabil adalah adanya keinginan manusia untuk memperoleh
keuntungan sebesar-besarnya dengan modal seminimal mungkin. Prinsip kedua adalah
adanya keinginan untuk memperoleh keuntungan dengan membunuh lawan bisnis atau
pelaku ekonomi lainnya.
Aktivitas
ekonomi dapat dikatakan sama tuanya dengan sejarah manusia itu sendiri. Ia
telah ada semenjak diturunkannya nenek-moyang manusia yaitu adam dan hawa
kemuka bumi ini. Ekonomi tersebut berkembang sesuai dengan perkembangan zaman
dan tekhnologi yang dimiliki oleh manusia tersebut. Pembagian kerja sebagai
salah satu kegiatan ekonomi telah ditemukan sejak generasi pertama keturunan adam
dan hawa. Sejarah pembagian kerja yang paling tua adalah adanya pembagian kerja
antara Habil sebagai seorang peternak dan Qabil sebagai seorang petani.
Sejarah
pembagian kerja ini tercatat sabagai sejarah pembunuhan pertama dalam sejarah
hidup anak manusia, Habil dan Qabil bersaing untuk mempersembahkan hasil
kerjanya kepada sang pencipta dan karena salah satu mereka ingin menang ia
membunuh rivalnya. Bila kita cermati dalam sejarah tersebut, ada beberapa
perilaku ekonomi yang dapat kita pahami. Pertama,
prinsip untuk mengeluarkan biaya serendah mungkin untuk mendapatkan
keuntungan yang sebesar-besarnya. Hal ini ditunjukkan oleh sikap Qabil yang
mempersembahkan yang bernilai rendah agar ia mendapat yang terbaik. Kedua, pembunuhan pesaing, hal ini
banyak terjadi pada masa sekarang dimana satu sama lain para pelaku ekonomi
bersaing dengan segala cara untuk memperoleh keuntungan lebih dibandingkan
dengan keuntungan yang diperoleh oleh pesaingnya.
Seiring
dengan perkembangan zaman dan makin meningkatnya kebutuhan manusia maka
terjadilah berbagai kegiatan ekonomi yang disesuaikan dengan perkembangan
kebutuhan manusia tersebut, berawal dari transaksi sederhana yang dilakukan
dengan sistem barter sampai kepada transaksi modern saat ini.
B.
TUJUAN
HIDUP
Pada
dasarnya setiap manusia menginginkan kebahagian dalam kehidupannya baik itu
kehidupan material ataupun kehidupan spiritual. Hanya saja tidak semua orang
mampu menterjemahkan secara komprehensif, keterbatasan dalam menyeimbangkan
antara aspek kehidupan, dan keterbatasan ketersediaan sumberdaya alam yang bisa
digunakan untuk memenuhi kebutuhannya untuk mencapai kebahagiaan tersebut.
Masalah ekonomi hanyalah sebagian kecil dari masalah kehidupan manusia yang
diharapkan mampu membawa manusia kejalan yang membawanya mencapai kebahagiaan
dalam hidup.
1.
Falah
sebagai tujuan hidup
Falah
dari bahasa arab dari kata kerja aflaha-yaflihu
yang berarti kesuksesan, kemuliaan, atau kemenangan. Yaitu kemuliaan dan
kemenangan hidup manusia dalam kehidupannya.
Dalam alquran istilah falah digunakan untuk kemenangan dan kebahagiaan
jangka panjang, dunia dan akhirat sehingga dalam alqur’an tidak hanya
menekankan pada aspek material akan tetapi lebih ditekankan pada aspek
spiritual. Dalam konsep duniawi, falah memiliki implikasi kepada perilaku
manusia secara individual maupun secara keseluruhan.
Kelangsungan
hidup, kebebasan berkeinginan, serta kekuatan dan kehormatan menjadi pengertian
falah dipandang dari segi falah dunia. Sedangkan falah dalam kehidupan akhirat
dapat diartikan sebagai kelangsungan hidup abadi, kebahagian abadi,
kesejahteraan abadi, dan kemuliaan abadi.
Table 1.2. Aspek mikro dan makro
dalam falah
Unsur
falah
|
Aspek
Mikro
|
Aspek
makro
|
Kelangsungan
Hidup
|
· Kelangsungan hidup biologis: kesehatan, kebebasan
berketurunan, dan sebagainya
|
· Keseimbangan ekologi dan lingkungan
|
·
Kelangsungan
hidup ekonomi: kepemilikan faktor produksi
|
· Pengelolaan sumberdaya alam
· Penyediaan kesempatan berusaha untuk semua produk
|
|
· Kelangsungan hidup sosial: persaudaraan dan harmoni hubungan
sosial
|
· Kebersamaa sosial dan ketidakadaan konflik antarkelompok
|
|
· Kelangsungan hidup politik: kebebasan partisipasi politik
|
· Jati diri dan kemandirian
|
|
Kebebasan
berkeinginan
|
· Terbebas dari kemiskinan
|
· Penyediaan sumber daya untuk seluruh penduduk
|
· Kemandirian hidup
|
· Penyediaan SDA untuk generasi akan datang
|
|
Kekuatan
dan harga diri
|
· Harga diri
|
· Kekuatan ekonomi dan terbebas dari hutang
|
· Kemerdekaan, perlindungan hidup dan kehormatan
|
· Kekuatan militer
|
Dalam
table terlihat jelas bahwa falah mencakup
seluruh aspek hidup manusia baik itu dari segi spiritual dan moralitas,
ekonomi, sosial dan budaya maupun politik. Misalnya, untuk memperoleh
kelangsungan hidup manusia maka secara mikro manusia membutuhkan (a) pemenuhan
kebutuhan biologis seperti kesehatan fisik atau bebas dari penyakit; (b)
kelangsungan hidup ekonomi seperti memiliki sarana untuk kelangsungan hidup;
(c) kelangsungan hidup sosial seperti adanya kelangsungan hubungan yang
harmonis antar individu.
Satu-satunya
kehidupan yang diyakini akan ada dan abadi adalah kehidupan akhirat, oleh
karena itu untuk menghadapi kehidupan yang akan abadi tersebut nilai kauntitas
dan nilai kualitas lebih adalah hal yang utama. Kehidupan dunia adalah
kehidupan yang bersifat sementara dan harus digunakan untuk mencapai falah
kehidupan dunia akhirat.
Dalam
menjalani kehidupan dunia manusia tidak dapat mengesampingkan kehidupan
akhirat, namun pada prakteknya dalam mancapai kebahagian yang diinginkan
manusia di dunia banyak berakibat negatif bagi kehidupan manusia lain dan
lingkungan baik jangka panjang maupun jangka pendek. Akibat dari kesembronoan
manusia dalam berperilaku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai kebahagiaannya
seringkali berakibat pada kegagalan pencapaian kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dalam keadaan seperti ini ekonomi islam muncul sebagai solusi bagaimana manusia
bisa memenuhi kebutuhan materialnya di dunia tanpa meninggalkan dan
mengorbankan kebahagiaan akhirat, sehingga tercapai kebahagian dunia dan
akhirat (falah).
Sebagaimana
diungkapkan di atas bahwa setiap manusia menginginkan kabahagian selama
hidupnya baik itu kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat kelak. Oleh karena
itu upaya pemenuhan kebutuhan hidup di dunia diusahakan sejalan dengan upaya
untuk mencapai kebahagiaan akhirat.
Dalam
Islam kesejahteraan didefinisikan dengan pandangan yang komprehensif tentang
kehidupan. Dalam Islam dapat diartikan dalam dua pengertian:
a. Kesejahteraan
holistik dan seimbang: dalam hal ini kehidupan manusia berkecukupan dari segi
materi dan diimbangi dengan kehidupan spiritual serta seimbang dengan kehidupan
sosial. Kehidupan manusia harus seimbang antara kebahagiaan fisik dan jiwa
karena dua hal tersebut adalah bagian terpenting dalam hidup manusia. Manusia
juga memiliki kehidupan yang bersifat individual dan ada juga yang bersifat
sosial, kehidupan keduanya harus seimbang. Manusia akan merasakan kebahagiaan
dalam hidupnya jika kehidupan individu dan sosialnya berjalan seiring secara
seimbang.
b. Kesejahteraan
dunia dan akhirat. Manusia tidak hanya hidup di dunia saja, ada kehidupan lain
yang pasti akan dilalui oleh manusia yaitu kehidupan akhirat, kehidupan yang akan
dilalui setiap manusia setelah kehancuran kehidupan dunia yang bersifat fana
ini. Kehidupan manusia yang dipenuhi material ditujukan untuk mencapai
kebahagian akhirat. Harta yang dimiliki manusia di dunia digunakan untuk
beribadah kepada sang pencipta agar memperoleh kebahagiaan yang lebih abadi
yaitu kebahagiaaan akhirat (falah akhirat).
Falah
di dunia dan akhirat akan dicapai sesuai dengan kadar usaha yang dilakukan
manusia untuk itu. Secara keseluruhan manusia sering menemukan masalah yang
cukup rumit untuk itu, kadang kala ada pertentangan antara keinginan dan
kebutuhan hidup manusia. Untuk memecahkan masalah tersebut manusia harus
menyadari arti kehidupan di dunia ini,
ia harus sadar bahwa ia hidup dimuka bumi Allah sebagai seorang khalifah yang
bertugas membawa kesejahteraan, baik untuk dirinya sendiri, untuk orang lain
ataupun untuk lingkungannya.
2.
Mashlahah
sebagai tujuan antara untuk mencapai falah
Kebahagian
dan kesejahteraan dapat tercapai apabila terpenuhi segala kebutuhan hidup
manusia baik secara duniawi maupun ukhrawi. Tercukupinya kebutuhan hidup
manusia secara keseluruhan akan memberikan dampak apa yang disebut dengan mashlahah. Mashlahah adalah segala
bentuk keadaan, baik secara material ataupun non material yang mampu
meningkatkan derajat kemuliaan manusia sebagai khalifah di muka bumi dan akan
mempertanggung jawabkan kekhalifahannya di hadapan Allah kelak. Menurut Imam
As-Syathibi mashlahah kehidupan
manusia itu terdiri dari lima hal, yaitu agama (dien), jiwa (nafs), intelektual
(‘Aql), keluarga dan keturunan (Nasl), dan material (maal).secara lebih rinci
sebagai berikut:
a. Agama
(dien)
Agama
mengajarkan manusia menjalani kehidupannya secara benar, khusus dalam agama
Islam manusia harus menjalankan aktifitas ekonomi sesuai dengan yang telah
diajarkan oleh Allah yang telah dijelaskan oleh Nabi Muhammad berdasarkan
kepada Al-qur'an. Ukuran baik dan buruk pada hakikatnya hanya dapat dilihat
berdasarkan sejauh mana seseorang berpegang teguh kepada ajaran Agama dalam
menjalankan kehidupannya. Itulah Fungsi utama dari agama, yaitu sebagai pedoman
umat manusia dalam menjalankan segala macam aktivitasnya.
b. Jiwa
(nafs)
Jiwa
dan raga manusia merupakan ladang kehidupan manusia itu sendiri, apa yang
diperoleh oleh manusia di dunia maupun di akhirat tergantung dari apa yang
dilakukan oleh manusia selama hidupnya, untuk apa dia memanfaatkan jiwa yang
telah diberikan oleh Allah. Jiwa yang benar adalah jiwa yang mampu menjauhi
segala sesuatu yang akan membawa celaka bagi dirinya sendiri baik di dunia
maupun di akhirat (sesuatu yang diharamkan Allah).
c. Intelektual
(‘aql)
Karunia
yang sangat luar biasa yang dianugerahkan oleh Allah kepada manusia adalah
intelektualitas, ilmu dan akal. Allah memberikan hal tersebut hanya kepada
manusia tidak ada makhluk lain di dunia ini yang dikaruniai akal sesempurna
akal manusia. Dengan akal tersebutlah manusia bisa tadabbur terhadap ayat-ayat Allah
yang ada di muka bumi ini.
d. Keluarga
dan keturunan (nasl)
Untuk
menjaga kontinuitas kehidupan, maka manusia harus memelihara keturunan dan
keluarganya. Walaupun sebanarnya manusia meyakini bahwa kehidupan yang akan ia
jalani bukan hanya di dunia saja melainkan juga di akhirat. Manusia akan
menjaga keseimbangan kehidupan dunia dan akhirat, oleh karena itu kelangsungan
kehidupan dari generasi ke generasi harus diperhatikan.
e. Material
(maal)
Harta
sangat urgen baik dalam kehidupan dunia maupun untuk kehidupan akhirat. Manusia
dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan di dunia membutuhkan harta.
Selain itu manusia juga membutuhkan harta untuk beribadah kepada sang pencipta,
sebagai salah satu bekal untuk menghadapi kehidupan yang kekal yaitu kehidupan
akhirat.
3.
Permasalahan
dalam mencapai falah
Banyak
permasalahan dan rintangan yang dihadapi oleh umat manusia untuk mencapai falah. Permasalahan tersebut seringkali
berkaitan antara satu faktor dan faktor lainnya. Di antara yang menjadi
permasalahan bagi manusia dalam mencapai falah adalah adanya keterbatasan dan
kekurangan pada manusia itu sendiri, serta kemungkinan adanya interdependesi
berbagai kehidupan manusia. Masalah lain adalah terbatasnya sumberdaya alam
yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tingkat falah tertinggi dalam kehidupan
manusia. Permasalahan sejenis ini lebih dikenal dengan “kelangkaan atau scarcity”.
Kelangkaan
sumberdaya alam tidak hanya terjadi di negara-negara miskin saja, tetapi bisa
saja terjadi di negara maju sekalipun. Kelangkaan ini terjadi sebagai akibat
dari semakin banyaknya manusia yang tersebar diseluruh penjuru dunia, sementara
manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memanfaat segala sesuatu
yang telah ada di alam semesta.
Sang
pencipta menjadikan alam semesta ini untuk semua makhluk hidup dan dengan
sumberdaya yang bisa dikelola untuk memenuhi kebutuhan hidup. Alam semesta ini
juga tercipta dengan ukuran yang akurat dan cermat sehingga keberadaanya
memadai untuk memenuhi semua kebutuhan hidup makhluk ciptaan-Nya. oleh karena
itu, pada dasarnya kelangkaan yang terjadi sebenarnya hanyalah kelangkaan yang
bersifat relatif, kelangkaan tersebut di sebabkan oleh:
a. Ketidakmerataan
distribusi sumber daya
Sumber
daya yang dimaksud di sini adalah sumber daya manusia dan sumber daya alam. Allah
menciptakan keberagaman dalam ciptaannya, ada daerah yang kaya sumber daya
alam, akan tetapi miskin sumber daya manusia yang akan mengelola sumber daya
alam tersebut. Ada juga daerah yang kaya sumber daya manusia, tetapi memiliki
sedikit sumber daya alam. Hal ini merupakan cobaan bagi manusia agar mampu
menciptakan inovasi untuk mengelola sumber daya yang ada untuk menciptakan
terpenuhinya semua kebutuhan hidup.
b. Keterbatasan
manusia
Meskipun
manusia diciptakan sebagai makhluk paling sempurna dibandingkan dengan makhluk
lainnnya, manusia tetap memiliki kekurangan. Kekurangan dan keterbatasan
tersebut menyebabkan kelangkaan relatif dalam kehidupan ekonomi manusia. Baik
itu kekurangan kemampuan ilmu untuk mengelola sumberdaya yang tersedia ataupum
keterbatasan tekhnologi yang digunakan.
Bahkan
terkadang tingkah laku manusia itu sendiri juga mengakibatkan kelangkaan relatif ini, sebagai contoh, sifat tamak dan serakah yang dimiliki manusia bisa
menyebabkan kelangkaan karena ia menghabiskan sumberdaya yang ada untuk
memenuhi kebutuhan jangka pendek saja tanpa memikirkan kebutuhan jangka
panjang.
c. Konflik
antartujuan hidup
Kadangkala
terjadi pertentangan tujuan hidup yang ingin dicapai seseorang. Misalnya ada
pertentangan tujuan hidup di dunia (tujuan jangka pendek), dengan tujuan hidup
untuk mencapai falah dunia dan akhirat (tujuan jangka panjang). Untuk mencapai
kepuasan di dunia, manusia bisa saja memakai hak orang lain secara paksa atau
merampas hak orang lain akan tetapi dengan cara tersebut ia tidak akan
mendapatkan falah di akhirat.
Dari
masalah yang disebutkan di atas itu, ilmu ekonomi berperan menyelasaikan
masalah kelangkaan relatif ini sehingga dapat mencapai falah di dunia dan falah
di akhirat. Falah dapat diukur dengan
tingkat mashlahah yang diperoleh. Kelangkaan tidak hanya terjadi dengan
sendirinya akan tetapi juga bisa terjadi karena ulah manusia itu sendiri,
sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Oleh karena itu ilmu ekonomi Islam
mencakup tiga aspek dasar yaitu sebagai berikut:
a. Konsumsi.
yaitu komoditas apa yang dibutuhkan untuk mencapai mashlahah. Masyarakat harus memilih dan menentukan komoditas apa
saja yang dibutuhkan untuk mencapai mashlahah.
Pada dasarnya sumber daya alam yang tersedia bisa memenuhi semua kebutuhan
manusia akan tetapi harus dipilih komoditas apa yang benar-benar dibutuhkan
untuk mencapai falah.
b. Produksi.
yaitu
bagaimana komoditas yang dibutuhkan itu bisa digunakan untuk mencapai falah. Masyarakat harus menentukan
bagaimana cara memproduksi, siapa yang akan memproduksi dan seberapa banyak
komoditas tersebut harus diproduksi agar mampu menciptakan mashlahah.
c. Distribusi.
yaitu bagaimana komoditas yang diproduksi tersebut di salurkan kepada
masyarakat agar setiap orang mampu mancapai mashlahah.
Masyarakan harus memilih siapa yang berhak menerima barang dan jasa tertentu
agar tercipta falah yang diinginkan.
Ilmu ekonomi berkewajiban mendistribusikan sumber daya dan pemanfaatannya
secara adil dan merata sehingga setiap orang merasakan falah yang hakiki.
C.
EKONOMI ISLAM
1.
Pengertian
dan ruang lingkup ekonomi islam
Ekonomi
Islam telah lahir seiring dengan dilahirkannya Islam dimuka bumi ini. Ekonomi
Islam lahir sebagai bagian integral yang tak dapat dipisahkan dari Islam itu
sendiri. Islam sebagai ajaran hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan
manusia, memberikan petunjuk dan aturan dalam kehidupan manusia itu, termasuk
dalam kegiatan ekonomi.
Ilmu
ekonomi secara umum barasal dari bahasa yunani yaitu oicos dan nomos. Oicos berarti
aturan dan nomos berarti rumah
tangga. Jadi secara sederhana ilmu ekonomi adalah ilmu yang mengatur rumah
tangga.
Lebih
luas Samuelson merumuskan “ilmu ekonomi diartikan sebagai kajian tentang
perilaku manusia dalam hubungan dan pemanfaatan sumber-sumber prospektif yang
langka untuk memproduksi barang-barang dan jasa-jasa serta mendistribusikannya
untuk dikonsumsi”.
Kata
rumah tangga, tidak hanya dipakai untuk hubungan suami-istri dan anak-anaknya
saja, melainkan rumah tangga dalam artian luas mencakup kehidupan ramah tangga
masyarakat dan rumah tangga negara. Ini berarti bahwa kegiatan ekonomi
melibatkan seluruh anggota keluarga dalam memproduksi barang-barang dan
jasa-jasa yang dibutuhkan untuk kemudian secara keseluruhan berhak menikmati
hasil dari apa yang diproduksi. Pengaturan rumah tangga ini mencakup tiga
subsistem, yaitu produksi, konsumsi dan distribusi.
Berdasarkan
ruang lingkup yang telah dipaparkan di atas, maka Islam sebagai sebuah agama
yang mengatur segala aspek kehidupan manusia memiliki tatacara dalam
perekonomian. Berkaitan dengan hal ini Yusuf Halim al-‘Alim mendefinisikan ilmu
ekonomi sebagai; ”hukum tentang syariat
aplikatif yang diambil dari dalil-dali yang terperinci terkait dengan mencari,
membelanjakan dan cara-cara membelanjakan harta”. Defenisi ini
menggambarkan bahwa ekonomi Islam adalah ilmu yang mempelajari seluk-beluk
perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memanfaatkan segala
sember daya yang ada dengan tujuan mencapai falah.
2.
Prinsip-prinsip
ekonomi islam
Berdasarkan
defenisi dan ruang linkup yang telah digambarkan diatas dapat di ambil kesimpulan,
bahwa ekonomi islam mempunyai prinsip-prinsip yang harus dipegang teguh oleh
umat manusia dalam menjalankan kegiatan ekonominya. Prinsip tersebut dapat
digambarkan seperti sebuah bagunan, sebagaimana digambarkan oleh Adiwarman
dalam tulisannya, bahwa bangunan ekonomi Islam didasari oleh lima nilai
universal, yaitu Tauhid (keimanan), ‘Adl (keadilan), Nubuwwah (kenabian),
Khilafah (pemerintah) dan Ma’ad (hasil). Kelima hal ini merupakan inspirasi
untuk menyusun teori-teori ekonomi islam.
Namun
toeri yang kuat dan baik tanpa diterapkan menjadi sebuah sistem, akan
menjadikan ekonomi Islam hanya sebagai kajian ilmu saja tanpa memberi dampak
terhadap kehidupan ekonomi. Oleh karena itu dari lima nilai-nilai universal
tersebut, dibangunlah tiga prinsip derivatif yang menjadi ciri-ciri dan cikal
bakal sistem ekonomi Islami. Ketiga prinsip derivatif itu adalah multytipe ownership, freedom to act, dan
social justice.
Di
Atas Semua Nilai Dan Prinsip Yang Telah Diuraikan Di Atas, Dibangunlah Sebuah
Payung Yang Menggayomi Semua Nilai Tersebut, Ia Adalah Akhlak. Akhlak menepati
posisi paling atas sebagai atap dari bangunan tersebut karena akhlak merupakan
tujuan Islam dan dakwah para Nabi, yakni untuk menyempurnakan akhlak manusia
dari segala aspek. Akhlak inilah yang menjadi panduan para pelaku ekonomi dalam
menjalankan kegiatan ekonomi.
a. Teori
ekonomi Islam
1) Tauhid
Tauhid
merupakan fondasi ajaran islam. Dalam tauhid manusia menyatakan kesaksiannya
bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan Nabi Muhammad adalah Rasul
Allah. Manusia dalam hal ini meyakini bahwa Allah adalah pemilik langit dan
bumi beserta seluruh isinya, Allah juga yang menciptakan manusia agar beribadah
kepada-Nya. Manusia dimuka bumi hanya sebagai pengelola yang diamanahkan oleh Allah
untuk membawa kemakmuran bagi bumi Allah, oleh karena itu segala yang dilakukan
oleh manusia harus sesuai dengan apa yang diinginkan dan diperintahkan oleh Allah.
2) ‘Adl
Allah
adalah sang pencipta segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, ia memiliki
sifat adil. Allah tidak membeda-bedakan perlakuanya terhadap hamba-nya secara
zalim. Manusia sebagai khalifah dimuka bumi harus mampu mengelola sumberdaya
secara adil dan merata tanpa menzalimi seorangpun dari pelaku ekonomi.
Implikasi ekonomi dari nilai ini adalah bahwa manusia tidak boleh mengejar
keuntungan untuk diri sendiri apabila keuntungan itu merugikan orang lain.
Tanpa keadilan akan terjadi pertentangan dalam hidup manusia, akan ada manusia
yang dizalimi dan ada manusia yang menzalimi.
3) Nubuwwah
Nabi
Muhammad diutus oleh Allah sebagai teladan yang baik bagi umat manusia, sebagai
pembimbing yang akan membawa manusia kejalan yang diridloi oleh Allah. Nabi
Muhammad memiliki sifat teladan yang harus diteladani oleh semua umat manusia,
yaitu sidiq, amanah, fathonah, dan tabligh. Kegiatan perekonomian Islam harus
mengacu kepada sifat-sifat Rasulullah tersebut. Rasul telah memberikan contoh
yang baik bagi umat manusia bagaimana cara melakukan kegiatan ekonomi yang
sesuai dengan syariat Islam.
4) Khilafah
Dalam
Alquran Allah berfirman bahwa manusia diturunkan kemuka bumi adalah sebagai
seorang pemimpin yang akan membawa kemakmuran bagi alam semesta. Manusia
dilahirkan sebagai seorang pemimpin, baik itu pemimpin bagi diri sendiri,
keluarga, masyarakat maupun pemimpin negara. Dalam Islam pemerintah memerankan
peran yang sangat penting dalam perekonomian. Peran utama pemerintah dalam
ekonomi adalah untuk memastikan bahwa kegiatan ekonomi berjalan sesuai dengan prinsip syariah dan
memastikan tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak manusia. Semua ini bertujuan
untuk mencapai maqashid al-syariah (tujuan
syariat islam), untuk memajukan kesejahteraan manusia.
5) Ma’ad
Walaupun
sering diterjemahkan sebagai “kebangkitan” tetapi secara harfiah ma’ad dapat
diartikan “kembali”. Manusia hidup di dunia hanyalah sementara, dan suatu saat
ia akan kembali kepada Allah karena kehidupan manusia tidak hanya di dunia saja
akan tetapi berlanjut kepada kehidupan akhirat. Bagi manusia kehidupan dunia
adalah ladang untuk mempersiapkan kehidupan akhirat.
b. Prinsip-prinsip
sistem ekonomi islam
Kelima
nilai yang telah diuraikan di atas menjadi dasar inspirasi untuk menyusun teori
ekonomi islam. Dari lima nilai tersebut kita dapat menurunkan tiga pinsip
derivatif yang menjadi ciri-ciri dalam ekonomi Islam. Prinsip derivatif
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Multitype
ownership (kepemilikan multi jenis)
Nilai
tauhid dan 'adl melahirkan konsep multitype
owneship. Dalam sistem ekonomi kapitalis, prinsip umum kepemilikan yang
berlaku adalah kepemilikan swasta; dalam ekonomi sosialis kepemilikan swasta
tidak diakui dan yang berlaku adalah kepemilikan negara; sedangkan dalam
ekonomi Islam kepemilikan yang berlaku adalah kepemilikan multijenis yaitu
adanya pengakuan terhadap milik swasta dan pemerintah atau negara.
Prinsip
ini adalah terjemahan dari nilai tauhid: pemilik primer langit, bumi dan
seisinya adalah Allah, sedangkan manusia dianggap sebagai pemilik sekunder.
Dengan demikian, konsep kepemilikan swasta diakui, akan tetapi untuk menjaga
kestabilan ekonomi dan tidak ada monopoli faktor produksi yang menyangkut hajat
hidup orang banyak oleh pihak swasta, maka faktor-faktor produksi yang
berhubungan dengan kepentingan masyarakat diserahkan sepenuhnya kepada
pemerintah.
2) Freedom to act
(kebebasan untuk bergerak/usaha)
Ketika
menjelaskan nilai-nilai nubuwwah, kita sudah sampai pada kesimpulan bahwa
penerapan prinsip ini akan melahirkan profesional yang ahli disegala bidang,
termasuk bidang ekonomi dan bisnis. Para pelaku ekonomi dan bisnis menjadikan
sifat-sifat Nabi Muhammad sebagai panduan untuk melakukan aktifitasnya.
Sifat-sifat Nabi Muhammad tersebut sudah terangkum dalam empat sifat nabi
Muhammad, yaitu Sidiq, Amanah, Fathonah dan Tabligh. Keempat sifat tersebut
bila digabungakan dengan keadilan dan nilai khilafah (good governance) akan melahirkan konsep freedom to act pada setiap muslim, khususnya bagi setiap pelaku bisnis
dan pelaku ekonomi.
3) Social justice
(keadilan sosial)
Gabungan
nilai khilafah dan nilai ma’ad akan menghasilkan keadilan sosial. Dalam Islam,
pemerintah bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar hidup manusia dan menciptakan keadilan
sosial antara yang kaya dan yang miskin.
Dua
hal di atas belum sempurna tanpa adanya pelaku ekonomi yang profesional yang
berakhlak mulia dan patuh akan ajaran agama tentang ekonomi.
D.
KESIMPULAN
Sistem ekonomi islam adalah sistem
ekonomi yang bersumber pada Al-qur'an dan sunnah rasul yang mengajarkan manusia
untuk bertauhid kepada Allah. Dalam ekonomi Islam diyakini bahwa alam dan
segala isinya termasuk manusia adalah ciptaan Allah swt, dan bahwa sebagai makhluk
dan khalifatullah fil ardh, manusia berkewajiban menjalankan dua
tugas utama, yaitu bertauhid kepada Allah (rububiyah, uluhiyah,
maupun mulkiyah) dan memakmurkan dunia sesuai dengan cara-cara yang
diperintahkan-Nya. Begitu juga, sistem ekonomi islami didasarkan pada keyakinan
bahwa Muhammad saw adalah rasul dan utusan Allah, pembawa kabar gembira
sekaligus uswatun hasanah dalam
semua kegiatan termasuk kegiatan perekonomian bagi seluruh manusia.
Rasul telah memberikan contoh yang baik bagi seluruh umat manusia bagaimana
cara bermuamalah yang baik. Keyakinan-keyakinan ini membawa konsekuensi pada
pemahaman bahwa setiap upaya untuk menata perekonomian harus sesuai dengan
ketetapan-ketetapan Allah swt sebagaimana termaktub di dalam al-Quran. Begitu
juga, dalam tataran rinci, upaya-upaya untuk menata perekonomian harus
disandarkan pada contoh-contoh yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah Muhammad
saw sebagaimana termuat dalam sunnah-sunnahnya.
Perekonomian dalam islam
berdasarkan kepada pertimbangan falah
yang akan didapat dengan melakukan kegiatan ekonomi, baik itu konsumsi,
produksi, maupun distribusi. Falah dalam
ekonomi akan tercapai apabila pelaku ekonomi melakukan semua kegiatan ekonomi
sesuai dengan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad sebagai uswatun hasanah
dalam semua segi kehidupan.
Sumber: Makalah perkuliahan yang disampaikan oleh Dr.Yulizar Djamaludin Sanrego, M.Ec.
No comments:
Post a Comment