Asma'ul Husna

Laman

Tuesday, 16 April 2013

KONSEP EKONOMI PEMBANGUNAN DALAM PERSPEKTIF KONVENSIONAL DAN ISLAM



Anggapan orang barat yang menganggap bahwa ekonomi Islam adalah ekonomi yang mengahambat pembangunan sama sekali tidak dapat dibuktikan. Islam adalah agama yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari kehidupan dunia seperti produksi, konsumsi, dan distribusi maupun kehidupan akhirat. Kesejahteraan kehidupan umat adalah tujuan utama dari ekonomi islam.

A. PENDAHULUAN
Anggapan orang barat yang menganggap Islam sebagai salah satu faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi sampai saat ini tidak dapat dibuktikan kebenarannya karena pada dasarnya elemen terpenting dari strategi Islam untuk mencapai tujuan-tujuan yang ingin dicapai Islam adalah dengan terintegrasinya semua aspek kehidupan termasuk dalam aspek ekonomi dengan aspek spiritual yang mampu meningkatkan moral manusia dan masyarakat dimana ia hidup. Kesejahteraan yang hakiki tidak akan mungkin tercapai dalam kehidupan manusia apabila tidak ada peningkatan nilai moral dalam kehidupan masyarakat itu sendiri, walaupun secara material semua kebutuhannya telah terpenuhi.


Hal ini telah terbukti bahwa tanpa peningkatan nilai moral, akan terjadi bencana besar, brutalitas manusia modern, ketidakpedulian terhadap nasib orang lain, potensi melakukan kerusakan berskala massal. Dalam hal ini, bagi mereka yang awalnya menafikan keberadaaan Islam mulai merasakan dan menyadari bahwa Islam bukan hanya sekedar urusan agama dan ibadah mahdhah kepada Allah, akan tetapi Islam memiliki cakupan yang sangat luas. Islam mencakup semua aktivitas manusia baik itu urusan dunia berupa politik, hukum ataupun ekonomi.

Walaupun demikian adanya, dewasa ini umat Islam dunia saat ini menemukan berbagai kesulitan dalam menjalankan pembangunan ekonominya. Hal ini adalah akibat dari penyakit dualisme ekonomi syariah yang cukup parah. Dualisme ini muncul sebagai akibat dari ketidakmampuan manusia menyatukan antara kegiatan ekonomi dan agama. Disatu sisi, suatu negara memiliki para aktivis yang paham dan mampu menjalakan roda pembangunan ekonomi akan tetapi aktivis tersebut tidak paham akan agama, ia tidak sanggup mengapliasikan agama kedalam kegiatan pembangunan ekonomi. Disisi lain, suatu negara memiliki kiyai dan ustazd yang mengerti akan urusan agama, akan tetapi ia tidak mengerti urusan ekonomi dan permasalahnnya.

Sebenarnya, yang dinginkan oleh Islam adalah para ekonom, para praktisi ekonomi yang mengerti akan syariat Islam sehingga ia mampu mengendalikan perekonomian sesuai dengan ajaran Islam, ia memahami bagaiman hubungan manusia dengan Tuhannya dalam perekonomian, bagaimana hubungan manusia dengan orang lain, bagaimana hubungan manusia dengan dirirnya sendiri dalam menjalankan pembangunan ekonomi. Apabila sebuah negara mampu menciptakan pembangunan ekonomi yang didasarkan atas pembangunan manusianya maka negara tersebut akan mampu menciptakan pembangunan ekonomi secara menyeluruh.

B. PEMBANGUNAN EKONOMI DALAM ISLAM
Dalam ekonomi konvensional pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses dimana masyarakat berusaha sebisa mungkin untuk memanfaatkan sumberdaya yang tersedia untuk menambah jumlah barang dan jasa yang bisa dikonsumsi perkapita. Profesor Snider berkata, “pertumbuhan ekonomi mengacu kepada kenaikan jangka panjang jumlah produksi perkapita”. Menurut Professor W.A. Lewis, “pertumbuhan ekonomi terjadi jika terjadi peningkatan output pada setiap jam kerja”.

1. Ajaran dasar pembangunan ekonomi Islam
Ada beberapa ajaran dasar yang menjadikan landasan dasar pembangunan ekonomi dalam Islam. Di antara ajaran dasar itu adalah:

Pertama:
Allah adalah pemilik mutlak segala sesuatu yang ada dimuka bumi termasuk harta benda bahkan jiwa manusia. Oleh karena itu pengelolaan semberdaya yang disedikan oleh Allah harus berdasarkan prinsip keadilan bagi seluruh makhluk hidup. Harta kekayaan manusia adalah harta yang diamanahkan oleh Allah agar dikelola secara adil dan sesuai prinsip syariat. Dalam Islam harta kekayaan manusia adalah:

  • Harta adalah amanah dari Allah yang harus dijaga oleh manusia dan manusia hanyalah sebagai pemegang amanah bukan pemilik harta, oleh karena itu manusia tidak berhak mempergunakan harta itu sesuka hatinya. Dalam penggunaannya harus sesuai dengan ajaran Islam.
  • Harta adalah perhiasan hidup, yang memungkinkan manusia untuk menikmatinya dengan baik dan tidak berlebihan.
  • Harta sebagai ujian keimanan yang diberikan oleh Allah. Banyak manusia yang lupakan Allah karena ia memiliki banyak harta, ada pula yang miskin dan tidak ingat Allah.
  • Harta sebagai bekal beribadah kepada Allah, yakni untuk melaksanakan perintah-Nya dan melaksanakan muamalah di antara manusia lainnya melalui kegiatan zakat, infaq, shadaqah hadiah maupun kegiatan lainnya.
Kedua:
harta kekayaan (Modal) hendaknya berputar dalam kehidupan masyarakat melalui mekanisme yang ada seperti waris, jual beli, infaq, shadaqah hadiah dan sebagainya, sehingga tidak terjadi penumpukan modal pada golongan tertentu saja, ada distribusi pendapatan dari si kaya terhadap si miskin.

Ketiga:
semua kegiatan ekonomi diperbolehkan dengan prinsip saling menolong, saling menanggung dan tidak melakukan transaksi yang bersifat merugikan salah satu pihak. Seperti penipuan dalam perdagangan, monopoli, dan lain sebagainya.

Keempat:
kepemilikan harta diperbolehkan dengan cara yang halal dan diharamkan memiliki harta dengan cara yang tidak sesuai ajaran Islam, seperti mencuri, dari hasil judi, jual beli minuman keras dan merampas hak orang lain.

Kelima:
campur tangan pemerintah diperbolehkan dalam ekonomi, campur tangan pemerintah bersifat moral, diantaranya adalah sistem dan mekanisme pengawasan pasar sehingga pasar dapat berjalan dengan sehat atau terjadi keseimbangan dalam pasar.

Dari beberapa ajaran dasar yang telah dijelaskan sebelumnya, jelas terlihat bahwa tujuan yang ingin dicapai Islam dalam pembangunan ekonomi adalah:

a. Kesejahteraan ekonomi dalam kerangka norma-norma Islam
Islam berprinsip bahwa pencapaian ekonomi harus menjadi salah satu tujuan ekonomis masyarakat Islam karena hal itu merupakan manivestasi dari usaha terus-menerus melalui riset dan tekhnologi untuk memanfaatkan sumberdaya yang telah disediakan oleh Allah Swt, guna untuk memenuhi kepentingan hidup dan kualitas hidup manusia. Upaya tersebut telah dihias dengan norma-norma yang telah ditetapkan oleh Islam. Dengan demikian akan menunjang usaha manusia untuk mencapai falah di dunia dan falah di akhirat.

b. Persaudaraan dan keadilan universal
Islam bertujuan membentuk suatu tertib sosial dimana setiap orang diikat dengan tali persaudaraan dan kasih sayang seperti dalam satu keluarga. Persaudaraan yang dibangun adalah persaudaraan yang universal dan tidak menzalimi saudara sendiri dalam semua aktifitas ekonomi. Konsep persaudaraan ini berhubungan erat dengan keadilan, karena keadilan adalah tujuan utama dari ajaran Islam. Keadilan dalam Islam memiliki implikasi sebagai berikut;

1) Keadilan sosial:
Islam menganggap umat manusia sebagai satu keluarga yang sama derajatnya di hadapan hukum Allah. Dalam Islam tidak ada perbedaaan antara orang kaya dan orang miskin, pejabat dan petani, pengemis dan kaum borjuis. Secara sosial yang membedakan manusia dihadapan Allah adalah tingkat ketakwaaan dan keimanan yang dimilikinya.

2) Keadilan ekonomi:
konsep persaudaran dan perlakuan yang sama dalam perekonomian tidak berarti apa-apa bila tidak disertai dengan konsep keadilan. Dengan konsep keadilan setiap orang berhak mendapatkan haknya sesuai dengan kontribusinya dalam masyarakat. Setiap individu harus terbebas dari eksploitasi negatif orang lain. Konsep keadilan dalam Islam mengharuskan setiap orang mendapatkan haknya sesuai dengan porsi masing-masing tanpa menganggu hak orang lain.

c. Distribusi pendapatan yang adil
Sering terjadi kesenjangan pendapatan dan sumberdaya dalam kehidupan bermasyarakat, dan Islam memberikan solusi atas hal tersebut sebagai berikut:

1) Menghapuskan monopoli
Islam melarang adanya penguasaaan satu faktor produksi oleh satu pihak tertentu, dengan kata lain dimonopoli oleh pihak tertentu. Akan tetapi Islam membenarkan monopoli oleh pemerintah akan sektor-sektor yang manyangkut hajat hidup manusia secara keseluruhan.

2) Menjamin kebebasan setiap individu untuk terlibat langsung dalam kegiatan ekonomi, baik kegiatan produksi, konsumsi, maupun distribusi.

3) Menjamin pemenuhan kebutuhan dasar setiap anggota masyarakat.
Islam memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk memiliki harta yang lebih dari pada yang orang lain miliki, dengan syarat harta tersebut dimiliki dengan jalan yang benar dan tidak merugikan orang lain. Dengan kebebasan seperti ini standar hidup setiap individu lebih terjamin. Sisi manusiawi dan kehormatan setiap individu akan lebih terjaga sesuai dengan martabat yang sudah melekat pada manusia, yaitu sebagai khalifah di muka bumi.

d. Kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial
Manusia dilahirkan merdeka, tidak seorangpun yang berhak mancabut kemerdekaan itu dari seseorang. Setiap orang berhak menikmati kemerdekaannya tersebut sesuai dengan keinginanya selama kebebasan itu dapat dipertanggung jawabkan dan tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain. Islam mengakui bahwa kehidupan individu bersinggungan dengan kehidupan sosial. Hal ini sangat bertentangan dengan konsep Adam Smith yang mengatakan bahwa melayani diri sendiri berarti melayani kehidupan sosial.

Menyangkut masalah hak individu dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat, Islam memiliki prinsip, yaitu:
  1. Kepentingan masyarakat yang lebih luas harus didahulukan daripada kepentingan individu.
  2. Melepaskan kesulitan lebih diprioritaskan dibandingkan memberikan manfaat, meskipun keduanya sama-sama merupakan tujuan syariah.
  3. Kerugian yang lebih besar tidak dapat diterima demi memperoleh keuntungan yang lebih kecil.
  4. Manfaat yang lebih besar tidak bisa ditinggalkan demi menghilangkan mudlarat yang lebih kecil, sebaliknya bahaya yang lebih kecil harus bisa diterima untuk menghindari bahaya yang lebih besar, sedangkan mafaat yang keccil dapat dikorbankan untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar. 

Kebebasan individu diakui selama tidak bertentangan dengan kepentingan sosial yang lebih besar, atau selama individu tersebut tidak melangkahi hak-hak individu lainnya.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembangunan ekonomi dalam Islam menundukkan manusia dan segala aktivitasnya dalam pengawasan moral, dan spiritual. Manusia dipandang sebagai makhluk yang mempunyai kepribadian moral karenanya ilmu ekonomi tidak mungkin terbebas dari dimensi moral itu sendiri.

   2. Konsep pembangunan ekonomi islam
Konsep pembangunan dalam Islam berbeda dengan konsep pembangunan dalam konventional, dalam Islam pembangunan dilihat sebagai alat, bukan tujuan akhir seperti konsep pembangunan yang dipahami oleh orang-orang barat, tujuan akhir dari pembangunan menurut Islam adalah mencapai falah di dunia dan falah di akhirat. Di samping itu, pembangunan konsep konvensional bersifat terpisah-pisah karena berlaku atau tidaknya konsep pembangunan itu hanya dilihat dari kenaikan income atau kekayaan. Sedangkan dalam Islam, pembangunan bersifat menyeluruh, tidak diukur menggunakan alat kekayaan atau peningkatan pendapatan, melainkan kekayaan dan pendapatan yang didapatkan itu digunakan untuk mengantarkan pemiliknya kepada tingkat kesejahteraan dunia dan akhirat. Selain itu pembangunan dalam ekonomi konventional berdasarkan kepada akal dan rasional manusia, sedangkan pembanguan dalam konsep Islam berdasarkan kepada Al-quran dan Sunnah.

Menurut khursyid Ahmad (1980), ada empat konsep pendekatan pembangunan dalam Islam:

a. Konsep tauhid
Tauhid adalah bertanda dan bukti komitmen kepercayaan manusia kepada Allah dan menjadi acuan asas bagi manusia dalam mengadakan hubungan dengan sesama manusia lainnya.

b. Konsep rububiyah
Konsep kedua ini berfungsi sebagai fundamental undang-undang alam semesta yang mengatur cara dan proses bagaimana sumberdaya alam (nikmat) Allah digunakan untuk pembangunan umat.

c. Konsep khalifah
Konsep ini berdasarkan kepada status atau keberadaan manusia dimuka bumi sebagai seorang khalifah dan akan mempertanggung jawabkan kekhalifahanya kepada sang khaliq. Konsep ini juga menunjukkan bagaimana Allah memberikan kepercayaan kepada manusia dalam berbagai aspek kehidupan, memilik moralitas, politik dan ekonomi serta prinsip pertumbuhan.

d. Konsep tazkiyah (pembersihan dan pembangunan)
Konsep terakhir ini dapat dilihat dari tugas mulia yang dilakukan semua Nabi Allah dalam membersihkan (mensucikan) dan membangun umatnya dalam setiap tindak tanduk hubungnnya dengan sesama manusia, alam sekitar, negara atau masyarakat. Konsep pembangunan dalam Islam dapat diturunkan dari konsep tazkiyah sebagaimana menangani isu pembangunan manusia dalam berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk didalamnya usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Melalui konsep di atas dapat diturunkan beberapa konsep pembangunan dalam Islam, di antaranya:

Pertama:
konsep pembangunan dalam Islam mencakup seluruh aspek kehidupan manusia baik itu moralitas, spiritual maupun material (ekonomi). Semua aspek ini tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainya, apabila dipisahkan akan terjadi kepincangan dalam tatanan hidup manusia.

Kedua:
pembangunan dalam Islam adalah pembangunan pribadi manusia. Ini karena bertakwa, memiliki displin ilmu serta didukung oleh kekuatan fisik dan persekitaran Islam kondusif untuk membangun pasti akan mampu mensejahterakan kehidupan setiap muslim. Ini menunjukkan bahwa pembangunan manusia baik dari segi fisik maupun mental seperti pembangunan akhlak, aspirasi, cita rasa dan motivasi manusia sama halnya dengan fungsi pengeluaran modal, buruh, pendidikan, kepakaran, organisasi dan kemandirian. Hal ini membuktikan bahwa, inti dari pembangunan dalam Islam adalah pembangunan diri manusia, dan bukan kebendaaan. Oleh karena itu untuk mewujudkan pembangunan ekonomi, memerlukan perbaikan kualitas manusia dan kemampuan mengambil keputusan.

Ketiga:
pembangunan dalam ekonomi Islam berbilang dimensi, semua faktor pengeluaran, sumber pembangunan dan faktor mutu manusia memainkan fungsi penting dalam mewujudkan pembangunan umat. Ini bermakna pengeluaran yang berlimpah tanpa didukung oleh kepribadian yang mulia belum tentu mampu mengatarkan manusia pada pembangunan yang efisien.

Keempat: 
pembangunan ekonomi umat tidak hanya diukur dari peningkatan jumlah kuantitatif akan tetapi juga peningkatan kualitatif.

Kelima:
dalam pembangunan umat Islam mengharuskan optimalisasi dalam pemanfaatan sumberdaya alam.

C. KESIMPULAN
Pembangunan ekonomi dalam ekonomi Islam berbeda dengan pembangunan ekonomi dalam ekonomi konvensional, dimana dalam ekonomi konvensional pembangunan ekonomi menjadikan manusia sebagai objek pembangunan dan tidak mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat secara luas. sedangkan pembangunan ekonomi dalam Islam menjadikan manusia sebagai subjek pembangunan. pembangunan dalam Islam adalah pembangunan yang berazazkan azas ketuhan dan kemanusiaan, sehingga dalam pembangunan ekonomi dalam ekonomi islam, pembangunan diawali dengan pembangunan pribadi manusia  sebagai pelaku ekonomi. sehingga tercipta pelaku ekonomi yang berwawasan Islam, hal ini akan mempengaruhi tingah laku manusia dalam memperlakukan alam, dan manusia lainnya dalam kegiatan ekonominya.

Sumber: Makalah perkuliahan yang disampaikan oleh Dr.Yulizar Djamaludin Sanrego, M.Ec.


1 comment: