Asma'ul Husna

Laman

Wednesday 27 July 2011

Kapan Dunia Akan Bersih Dari Kebohongan ?

subhanallah...
kata-kata itu yang terucap selalu ketika melihat kaum muslimin di pojokan dengan pernyataan-pernyataan yang memekikan telinga, fitnah yang bertaburan dimana-mana, serta tuduhan yang beraneka ragam
bentuknya.


dalam diri ini selalu muncul pertanyaan di setiap detiknya....
SIAPAKAH YANG SALAH...?? kaum muslimin atau mereka yang memutarbalikan fakta...?
sungguh dalam diri ini terbesit asa yang tertahan, kapan aku dapat merubah dunia agar tidak ada fitnah di dalamnya, tidak ada kecurangan serta tidak ada kaum yang diuntungkan maupun di rugikan.


hampir setiap hari ada kabar yang menyesakkan, salah satuya seputar TERORIS dimana kaum muslimin adalah kaum yang berperan besar di dalamnya. padahal jika di cermati dan di pahami secara akal sehat, tujuan dari kaum muslim adalah jihad di jalan Allah SWT, bukan menjadi teroris..


bagi sebagian orang yang tidak paham, mereka senantiasa beranggapan bahwa teroris dan jihad adalah satu makna. padahal secara garis besar makna teroris dan jihad sangatlah jauh berbeda...
TERORISME merupakan istilah yang kabur dan bermakna ganda (ambiguous). Di kalangan akademisi atau ilmuwan sosial-politik pun tidak ada kesepakatan tentang batasan pengertian (definisi) istilah tersebut. Dengan kalimat lain bahwa tidak ada definisi terorisme yang diterima secara universal. Akan tetapi yang jelas dan disepakati, terorisme merupakan sebuah aksi atau tindak kekerasan (violence) yang merusak destructive (Asep Syamsul M. Romli, 2000: 38-39). Dalam English Dictionary sendiri dijelaskan “Terrorism is the use of violence, especially murder, kidnapping and bombing, in order to achieve political aims or to force a government to do something” (Ed.John Sinclair, 1995: 1722). Jadi terorisme merupakan istilah yang dipakai dalam kekerasan, khususnya pembunuhan, penyanderaan dan pengeboman untuk meraih tujuan-tujuan politik atau untuk mencegah pemerintah dalam melakukan sesuatu.


Sedangkan yang dimaksud dengan JIHAD dalam Islam berbeda sekali dengan apa yang disebut dengan terorisme. Terorisme tidak bisa dikategorikan sebagai Jihad. Jihad dalam bentuk perang harus jelas pihak-pihak mana saja yang terlibat dalam peperangan. Perang yang mengatasnamakan penegakan Islam namun tidak mengikuti Sunnah Rasul tidak bisa disebut Jihad. Sunnah Rasul untuk penegakkan Islam bermula dari dakwah tanpa kekerasan, hijrah ke wilayah yang aman dan menerima dakwah Rasul, kemudian mengaktualisasikan suatu masyarakat yang berperadaban Islami yang bertujuan menegakkan hukum Allah di muka bumi.


Dalam Al-Mu'jam Al-Wasith, kata jihad berasal dari “jahada” yang berarti “jahada fil amri” (berjuang dalam suatu perkara). Atau dalam kalimat lain jihad adalah berusaha sampai tujuan yang dimaksud tercapai. Sedangkan makna jihad secara syar'i yaitu memerangi kaum kafir selain kafir dzimmah (Ibrahim Mushthafa, 1972: 142). Begitu juga yang disebutkan dalam kitab Bidayatul Mujtahid dan Nihayatul Muqtashid, kata jihad diambil dari kata “al-juhdu” yang berarti berjuang secara sungguh-sungguh. Secara substansial (al-haqiqiyyah) jihad berarti berjuang di jalan Allah dengan sebenar-benarnya perjuangan (Ibnu Rusyd, 2003: 405).
Jihad dengan makna mengerahkan segenap kekuatan untuk berperang di jalan Allah juga digunakan oleh para fuqaha. Menurut mazhab Hanafi, jihad adalah mencurahkan pengorbanan dan kekuatan untuk berjuang di jalan Allah, baik dengan jiwa, harta benda, lisan dan sebagainya. Menurut mazhab Maliki, jihad berarti peperangan kaum Muslim melawan orang-orang kafir dalam rangka menegakkan kalimat Allah hingga menjadi kalimat yang paling tinggi. Para ulama mazhab Syafi'i juga berpendapat bahwa jihad berarti perang di jalan Allah (Ibid, 2003: 405).


Menurut Abu A'la Almaududi, jihad ialah usaha manusia muslim sekuat tenaga untuk menyebarluaskan kalimatullah dan menjunjung setinggi-tingginya, membuatnya berlaku dan terlaksana di muka bumi dengan menyingkirkan segala perintah, baik melalui kata-kata yang terucap (lisan), kata-kata yang tertulis (pena), maupun dengan kekuatan senjata, dengan tujuan agar manusia hidup penuh dedikasi dan bersedia mengorbankan jiwa raga (Abu A'la Almaududi:1983, 94-96). Sedangkan menurut Hasan Al-Bana, sebagaimana yang dikutip oleh Yusuf Qardhawi, menyatakan bahwa jihad adalah salah satu kewajiban muslim yang berkelanjutan hingga hari kiamat, tingkat terendahnya penolakan keburukan dan tertinggi perang di jalan Allah. Di antara keduanya adalah perjuangan dengan lisan, pena dan tangan berupa pernyataan tentang kebenaran dihadapan penguasa yang dzalim (Yusuf Qardhawi: 1980, 74).
Jihad merupakan madrasah yang hakiki. Ia merupakan jalan yang ada di sisi Allah (Jiwarillah). Ia merupakan tempat yang di dalamnya seorang hamba dapat melihat wajah Allah SWT (Husein Mazhahiri, 2000: 17). Abdullah Ibnu Ahmad Al-Qadiry juga mengemukakan pengertian jihad sebagai “pencurahan kemampuan untuk meraih apa yang dicintai Allah dan menolak apa yang dibencinya (Abdullah Ibnu Ahmad Al-Qadiry, 1985: 49-50). Dalam Al-Qur'an sendiri, kata jihad disebutkan sebanyak 41 kali (Muhammad Fuad „Abdul Baqi, 1991: 232-233).


Al-Quran telah mengarahkan makna jihad pada arti yang begitu luas, yaitu: mencurahkan segenap tenaga untuk berperang di jalan Allah, baik langsung maupun dengan cara mengeluarkan harta benda, pendapat, memperbanyak logistik, dan lain-lain. Pengertian semacam ini tampak dalam kata jihad yang terdapat dalam ayat-ayat Madaniyah. Maknanya berbeda dengan kata jihad yang terdapat dalam ayat-ayat Makkiyah. Kata jihad mengandung makna bahasa yang bersifat umum, sebagaimana pengertian yang tampak dalam Al-Quran surat al-Ankabut ayat 6 dan 8 serta surat Luqman ayat 15.


Setelah mengetahui perbandingan antara kedua makna tersebut, maka jelaslah bahwa makna jihad sangat jauh berbeda dengan makna terorisme. Dengan demikian, maka Islam sangat menentang adanya terorisme. Dan labelisasi Islam sebagai agama yang mengajarkan terorisme adalah tidak benar sama sekali. Apalagi bom bunuh diri dengan dalih berjuang di jalan Allah. Orang seperti itu secara tidak langsung berarti ingin mencemarkan nama baik Islam itu sendiri. Karena diharamkannya bunuh diri dalam Islam seperti diharamkannya membunuh orang lain karena sebab permusuhan (Mawaf Hail Takruri, 2002: 39-40). Adapun dalil Qath'i yang menegaskan keharaman bunuh diri yaitu Al-Qur‟an surat An-Nisa ayat 29-30 “dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, Maka kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”.


Di indonesia sendiri, banyak dari kalangan ulama yang menolak penyamaan antara teroris dengan jihad. Sebagaimana yang disampaikan oleh KH Ma‟ruf Amin selaku ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) bahwa tindakan teror sendiri bukanlah merupakan bentuk dari jihad (Republika, 2009: 5). Pernyataan tersebut juga disampaikan oleh kalangan ulama. Zaim Uchrowi menambahkan bahwa para pelaku teror (bom bunuh diri) merupakan korban yang sengaja dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu (Republika, 2009: 6).
dari sinilah kita dapat menyimpulkan bahwasanya makna keduanya sangatlah berbeda, semoga kesadaran timbul di dalam diri masing-masing agar dapat mencerna makna keduanya
dengan sedikit penjelasan di atas, agar kebohongan di dunia ini berkurang sehingga tercipta kerukunan antar umat bangsa di dunia ini..
walaupun perlahan tapi pasti...amiin..


sebagian tulisan dikutip dari artikel Alex Nanang Agus Sifa dengan judul MELURUSKAN LABELISASI ISLAM SEBAGAI AGAMA TERORIS

No comments:

Post a Comment