Asma'ul Husna

Laman

Monday 1 October 2012

Selintas Pemikiran Madzhab Baqir as-Sadr



Mazhab Baqir as-Sadr yang dipelopori oleh Baqir as-Sadr dengan tokoh-tokohnya seperti Abbas Mirakhor, Baqir al-Hasani, Kadim as-Sadr, IrajToutounchian, Hedayati dan lainnya. Mazhab ini
berpendapat bahwa ilmu ekonomi tidak akan pernah bisa sejalan dengan Islam. Keduanya tidak pernah dapat disatukan karena berangkat dari filosofi yang saling kontradiktif yaitu; yang satu berlandaskan Islam dan satunya lagi anti dengan Islam. Sejalan dengan itu semua teori yang dikembangkan oleh ekonomi konvensional ditolak dan dibuang. Sebagai gantinya mazhab ini berusaha untuk menyusun teori-teori baru dalam ekonomi yang langsung digali dan langsung dideduksi dari Al Quran dan As-Sunnah.

Madzhab ini menolak pernyataan Ilmu ekonomi yang menyebutkan bahwa sumber daya alam terbatas, karena menurutnya sumber daya ada tidaklah terbatas. Alasan yang digunakan oleh madzhab ini adalah kalimat Allah SWT yang menyebutkan “sungguh telah kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya (Qs: al-Qamar 49). Dengan demikian, mereka memiliki pemikiran bahwa Allah SWT telah memberikan sumber daya alam yang cukup bagi umat manusia di kehidupan duniawi sehingga tidak alasan bagi siapapun mengatakan bahwa sumber daya yang ada terbatas.

Serta, pendapat bahwa keinginan manusia tidak terbatas juga ditolak oleh madzhab Baqir ini, sebagai contoh: bahwa manusia akan berhenti minum jika dahaganya telah terpuaskan. Yang mana sejalan dengan teori LDMU (law diminishing marginal utility) yang mana jika keinginannya terpuaskan lalu tetap ditambah lagi yang ada bukannya menjadikan dia semakin terpuaskan, malah semakin bosan yang akhirnya tidak menggunakannya sama sekali.

Madzhab Baqir berpendapat bahwa permasalahan yang muncul dalam ekonomi bukanlah dikarenakan oleh kedua hal yang telah dipaparkan di atas (sumber daya yang langka maupun kepuasan tak terbatas manusia itu sendiri) melainkan di karenakan keserakahan manusia yang tidak terbatas dan karena distribusi yang tidak merata dan adil. Yang terjadi, yang kuat menindas yang lemah. Yang kuat memiliki akses untuk mendapatkan sumber daya sehingga menjadi sangat kaya dan yang lemah sebaliknya, mereka sama sekali tidak memiliki akses dan senantiasa selalu dalam kemiskinannya.

Seperti yang telah dipaparkan pada paragraf pertama yang mana istilah ekonomi Islam tidak mereka setujui maka mereke menawarkan istilah baru yang berasal dari filosofi Islam, yakni “IQTISHAD”. Iqtishad bukan sekedar terjemahan dari ekonomi, ia berasal dari bahasa arab (Qasd) yang secara harfiah berarti “equilibrium” keadaan sama atau seimbang.

Sumber: Ekonomi Mikro Islam (Edisi ketiga). Ir. Adiwarman A. Karim, S.E., M.B.A., M.A.E.P


No comments:

Post a Comment