Asma'ul Husna

Laman

Tuesday 16 April 2013

KONSEP DASAR EKONOMI ISLAM



Dari sejarah masa lalu dapat kita ambil satu kesimpulam bahwa ekonomi islam sudah diterapkan semenjak awal adanya agama sawami dimuka bumi. Hal ini tergambar dari perilaku habil dan qabil yang memiliki prinsip yang berbeda dalam mempersembahkan hasil pekerjaan meraka kepada sang khaliq. Prinsip pertama yang tergambar dari peristiwa habil dan qabil adalah adanya keinginan manusia untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dengan modal seminimal mungkin. Prinsip kedua adalah adanya keinginan untuk memperoleh keuntungan dengan membunuh lawan bisnis atau pelaku ekonomi lainnya.

A.     PENDAHULUAN
Aktivitas ekonomi dapat dikatakan sama tuanya dengan sejarah manusia itu sendiri. Ia telah ada semenjak diturunkannya nenek-moyang manusia yaitu adam dan hawa kemuka bumi ini. Ekonomi tersebut berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan tekhnologi yang dimiliki oleh manusia tersebut. Pembagian kerja sebagai salah satu kegiatan ekonomi telah ditemukan sejak generasi pertama keturunan adam dan hawa. Sejarah pembagian kerja yang paling tua adalah adanya pembagian kerja antara Habil sebagai seorang peternak dan Qabil sebagai seorang petani.

Sejarah pembagian kerja ini tercatat sabagai sejarah pembunuhan pertama dalam sejarah hidup anak manusia, Habil dan Qabil bersaing untuk mempersembahkan hasil kerjanya kepada sang pencipta dan karena salah satu mereka ingin menang ia membunuh rivalnya. Bila kita cermati dalam sejarah tersebut, ada beberapa perilaku ekonomi yang dapat kita pahami. Pertama, prinsip untuk mengeluarkan biaya serendah mungkin untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Hal ini ditunjukkan oleh sikap Qabil yang mempersembahkan yang bernilai rendah agar ia mendapat yang terbaik. Kedua, pembunuhan pesaing, hal ini banyak terjadi pada masa sekarang dimana satu sama lain para pelaku ekonomi bersaing dengan segala cara untuk memperoleh keuntungan lebih dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh oleh pesaingnya.

Seiring dengan perkembangan zaman dan makin meningkatnya kebutuhan manusia maka terjadilah berbagai kegiatan ekonomi yang disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan manusia tersebut, berawal dari transaksi sederhana yang dilakukan dengan sistem barter sampai kepada transaksi modern saat ini.

B.     TUJUAN HIDUP
Pada dasarnya setiap manusia menginginkan kebahagian dalam kehidupannya baik itu kehidupan material ataupun kehidupan spiritual. Hanya saja tidak semua orang mampu menterjemahkan secara komprehensif, keterbatasan dalam menyeimbangkan antara aspek kehidupan, dan keterbatasan ketersediaan sumberdaya alam yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhannya untuk mencapai kebahagiaan tersebut. Masalah ekonomi hanyalah sebagian kecil dari masalah kehidupan manusia yang diharapkan mampu membawa manusia kejalan yang membawanya mencapai kebahagiaan dalam hidup.

1.      Falah sebagai tujuan hidup
Falah dari bahasa arab dari kata kerja aflaha-yaflihu yang berarti kesuksesan, kemuliaan, atau kemenangan. Yaitu kemuliaan dan kemenangan hidup manusia dalam kehidupannya.  Dalam alquran istilah falah digunakan untuk kemenangan dan kebahagiaan jangka panjang, dunia dan akhirat sehingga dalam alqur’an tidak hanya menekankan pada aspek material akan tetapi lebih ditekankan pada aspek spiritual. Dalam konsep duniawi, falah memiliki implikasi kepada perilaku manusia secara individual maupun secara keseluruhan.

Kelangsungan hidup, kebebasan berkeinginan, serta kekuatan dan kehormatan menjadi pengertian falah dipandang dari segi falah dunia. Sedangkan falah dalam kehidupan akhirat dapat diartikan sebagai kelangsungan hidup abadi, kebahagian abadi, kesejahteraan abadi, dan kemuliaan abadi.

Table 1.2. Aspek mikro dan makro dalam falah
Unsur falah
Aspek Mikro
Aspek makro
Kelangsungan Hidup
·       Kelangsungan hidup biologis: kesehatan, kebebasan berketurunan, dan sebagainya
·    Keseimbangan ekologi dan lingkungan
·         Kelangsungan hidup ekonomi: kepemilikan faktor produksi
·      Pengelolaan sumberdaya alam
·      Penyediaan kesempatan berusaha untuk semua produk
·      Kelangsungan hidup sosial: persaudaraan dan harmoni hubungan sosial
·      Kebersamaa sosial dan ketidakadaan konflik antarkelompok
·       Kelangsungan hidup politik: kebebasan partisipasi politik
·    Jati diri dan kemandirian
Kebebasan berkeinginan
·       Terbebas dari kemiskinan

·    Penyediaan sumber daya untuk seluruh penduduk
·       Kemandirian hidup
·    Penyediaan SDA untuk generasi akan datang
Kekuatan dan harga diri
·       Harga diri
·    Kekuatan ekonomi dan terbebas dari hutang
·       Kemerdekaan, perlindungan hidup dan kehormatan
·    Kekuatan militer

Dalam table terlihat jelas bahwa falah mencakup seluruh aspek hidup manusia baik itu dari segi spiritual dan moralitas, ekonomi, sosial dan budaya maupun politik. Misalnya, untuk memperoleh kelangsungan hidup manusia maka secara mikro manusia membutuhkan (a) pemenuhan kebutuhan biologis seperti kesehatan fisik atau bebas dari penyakit; (b) kelangsungan hidup ekonomi seperti memiliki sarana untuk kelangsungan hidup; (c) kelangsungan hidup sosial seperti adanya kelangsungan hubungan yang harmonis antar individu.

Satu-satunya kehidupan yang diyakini akan ada dan abadi adalah kehidupan akhirat, oleh karena itu untuk menghadapi kehidupan yang akan abadi tersebut nilai kauntitas dan nilai kualitas lebih adalah hal yang utama. Kehidupan dunia adalah kehidupan yang bersifat sementara dan harus digunakan untuk mencapai falah kehidupan dunia akhirat.

Dalam menjalani kehidupan dunia manusia tidak dapat mengesampingkan kehidupan akhirat, namun pada prakteknya dalam mancapai kebahagian yang diinginkan manusia di dunia banyak berakibat negatif bagi kehidupan manusia lain dan lingkungan baik jangka panjang maupun jangka pendek. Akibat dari kesembronoan manusia dalam berperilaku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai kebahagiaannya seringkali berakibat pada kegagalan pencapaian kebahagiaan dunia dan akhirat. Dalam keadaan seperti ini ekonomi islam muncul sebagai solusi bagaimana manusia bisa memenuhi kebutuhan materialnya di dunia tanpa meninggalkan dan mengorbankan kebahagiaan akhirat, sehingga tercapai kebahagian dunia dan akhirat (falah).

Sebagaimana diungkapkan di atas bahwa setiap manusia menginginkan kabahagian selama hidupnya baik itu kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat kelak. Oleh karena itu upaya pemenuhan kebutuhan hidup di dunia diusahakan sejalan dengan upaya untuk mencapai kebahagiaan akhirat.

Dalam Islam kesejahteraan didefinisikan dengan pandangan yang komprehensif tentang kehidupan. Dalam Islam dapat diartikan dalam dua pengertian:

a.    Kesejahteraan holistik dan seimbang: dalam hal ini kehidupan manusia berkecukupan dari segi materi dan diimbangi dengan kehidupan spiritual serta seimbang dengan kehidupan sosial. Kehidupan manusia harus seimbang antara kebahagiaan fisik dan jiwa karena dua hal tersebut adalah bagian terpenting dalam hidup manusia. Manusia juga memiliki kehidupan yang bersifat individual dan ada juga yang bersifat sosial, kehidupan keduanya harus seimbang. Manusia akan merasakan kebahagiaan dalam hidupnya jika kehidupan individu dan sosialnya berjalan seiring secara seimbang.

b.     Kesejahteraan dunia dan akhirat. Manusia tidak hanya hidup di dunia saja, ada kehidupan lain yang pasti akan dilalui oleh manusia yaitu kehidupan akhirat, kehidupan yang akan dilalui setiap manusia setelah kehancuran kehidupan dunia yang bersifat fana ini. Kehidupan manusia yang dipenuhi material ditujukan untuk mencapai kebahagian akhirat. Harta yang dimiliki manusia di dunia digunakan untuk beribadah kepada sang pencipta agar memperoleh kebahagiaan yang lebih abadi yaitu kebahagiaaan akhirat (falah akhirat).

Falah di dunia dan akhirat akan dicapai sesuai dengan kadar usaha yang dilakukan manusia untuk itu. Secara keseluruhan manusia sering menemukan masalah yang cukup rumit untuk itu, kadang kala ada pertentangan antara keinginan dan kebutuhan hidup manusia. Untuk memecahkan masalah tersebut manusia harus menyadari  arti kehidupan di dunia ini, ia harus sadar bahwa ia hidup dimuka bumi Allah sebagai seorang khalifah yang bertugas membawa kesejahteraan, baik untuk dirinya sendiri, untuk orang lain ataupun untuk lingkungannya.

2.      Mashlahah sebagai tujuan antara untuk mencapai falah
Kebahagian dan kesejahteraan dapat tercapai apabila terpenuhi segala kebutuhan hidup manusia baik secara duniawi maupun ukhrawi. Tercukupinya kebutuhan hidup manusia secara keseluruhan akan memberikan dampak apa yang disebut dengan mashlahah. Mashlahah adalah segala bentuk keadaan, baik secara material ataupun non material yang mampu meningkatkan derajat kemuliaan manusia sebagai khalifah di muka bumi dan akan mempertanggung jawabkan kekhalifahannya di hadapan Allah kelak. Menurut Imam As-Syathibi mashlahah kehidupan manusia itu terdiri dari lima hal, yaitu agama (dien), jiwa (nafs), intelektual (‘Aql), keluarga dan keturunan (Nasl), dan material (maal).secara lebih rinci sebagai berikut:

a.       Agama (dien)
Agama mengajarkan manusia menjalani kehidupannya secara benar, khusus dalam agama Islam manusia harus menjalankan aktifitas ekonomi sesuai dengan yang telah diajarkan oleh Allah yang telah dijelaskan oleh Nabi Muhammad berdasarkan kepada Al-qur'an. Ukuran baik dan buruk pada hakikatnya hanya dapat dilihat berdasarkan sejauh mana seseorang berpegang teguh kepada ajaran Agama dalam menjalankan kehidupannya. Itulah Fungsi utama dari agama, yaitu sebagai pedoman umat manusia dalam menjalankan segala macam aktivitasnya.

b.      Jiwa (nafs)
Jiwa dan raga manusia merupakan ladang kehidupan manusia itu sendiri, apa yang diperoleh oleh manusia di dunia maupun di akhirat tergantung dari apa yang dilakukan oleh manusia selama hidupnya, untuk apa dia memanfaatkan jiwa yang telah diberikan oleh Allah. Jiwa yang benar adalah jiwa yang mampu menjauhi segala sesuatu yang akan membawa celaka bagi dirinya sendiri baik di dunia maupun di akhirat (sesuatu yang diharamkan Allah).

c.       Intelektual (‘aql)
Karunia yang sangat luar biasa yang dianugerahkan oleh Allah kepada manusia adalah intelektualitas, ilmu dan akal. Allah memberikan hal tersebut hanya kepada manusia tidak ada makhluk lain di dunia ini yang dikaruniai akal sesempurna akal manusia. Dengan akal tersebutlah manusia bisa tadabbur terhadap ayat-ayat Allah yang ada di muka bumi ini.

d.      Keluarga dan keturunan (nasl)
Untuk menjaga kontinuitas kehidupan, maka manusia harus memelihara keturunan dan keluarganya. Walaupun sebanarnya manusia meyakini bahwa kehidupan yang akan ia jalani bukan hanya di dunia saja melainkan juga di akhirat. Manusia akan menjaga keseimbangan kehidupan dunia dan akhirat, oleh karena itu kelangsungan kehidupan dari generasi ke generasi harus diperhatikan.

e.       Material (maal)
Harta sangat urgen baik dalam kehidupan dunia maupun untuk kehidupan akhirat. Manusia dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan di dunia membutuhkan harta. Selain itu manusia juga membutuhkan harta untuk beribadah kepada sang pencipta, sebagai salah satu bekal untuk menghadapi kehidupan yang kekal yaitu kehidupan akhirat.


 3.      Permasalahan dalam mencapai falah
Banyak permasalahan dan rintangan yang dihadapi oleh umat manusia untuk mencapai falah. Permasalahan tersebut seringkali berkaitan antara satu faktor dan faktor lainnya. Di antara yang menjadi permasalahan bagi manusia dalam mencapai falah adalah adanya keterbatasan dan kekurangan pada manusia itu sendiri, serta kemungkinan adanya interdependesi berbagai kehidupan manusia. Masalah lain adalah terbatasnya sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tingkat falah tertinggi dalam kehidupan manusia. Permasalahan sejenis ini lebih dikenal dengan “kelangkaan atau scarcity”.

Kelangkaan sumberdaya alam tidak hanya terjadi di negara-negara miskin saja, tetapi bisa saja terjadi di negara maju sekalipun. Kelangkaan ini terjadi sebagai akibat dari semakin banyaknya manusia yang tersebar diseluruh penjuru dunia, sementara manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memanfaat segala sesuatu yang telah ada di alam semesta.

Sang pencipta menjadikan alam semesta ini untuk semua makhluk hidup dan dengan sumberdaya yang bisa dikelola untuk memenuhi kebutuhan hidup. Alam semesta ini juga tercipta dengan ukuran yang akurat dan cermat sehingga keberadaanya memadai untuk memenuhi semua kebutuhan hidup makhluk ciptaan-Nya. oleh karena itu, pada dasarnya kelangkaan yang terjadi sebenarnya hanyalah kelangkaan yang bersifat relatif, kelangkaan tersebut di sebabkan oleh:

a.       Ketidakmerataan distribusi sumber daya
Sumber daya yang dimaksud di sini adalah sumber daya manusia dan sumber daya alam. Allah menciptakan keberagaman dalam ciptaannya, ada daerah yang kaya sumber daya alam, akan tetapi miskin sumber daya manusia yang akan mengelola sumber daya alam tersebut. Ada juga daerah yang kaya sumber daya manusia, tetapi memiliki sedikit sumber daya alam. Hal ini merupakan cobaan bagi manusia agar mampu menciptakan inovasi untuk mengelola sumber daya yang ada untuk menciptakan terpenuhinya semua kebutuhan hidup.

b.      Keterbatasan manusia
Meskipun manusia diciptakan sebagai makhluk paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lainnnya, manusia tetap memiliki kekurangan. Kekurangan dan keterbatasan tersebut menyebabkan kelangkaan relatif dalam kehidupan ekonomi manusia. Baik itu kekurangan kemampuan ilmu untuk mengelola sumberdaya yang tersedia ataupum keterbatasan tekhnologi yang digunakan.

Bahkan terkadang tingkah laku manusia itu sendiri juga mengakibatkan kelangkaan relatif ini, sebagai contoh, sifat tamak dan serakah yang dimiliki manusia bisa menyebabkan kelangkaan karena ia menghabiskan sumberdaya yang ada untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek saja tanpa memikirkan kebutuhan jangka panjang.

c.       Konflik antartujuan hidup
Kadangkala terjadi pertentangan tujuan hidup yang ingin dicapai seseorang. Misalnya ada pertentangan tujuan hidup di dunia (tujuan jangka pendek), dengan tujuan hidup untuk mencapai falah dunia dan akhirat (tujuan jangka panjang). Untuk mencapai kepuasan di dunia, manusia bisa saja memakai hak orang lain secara paksa atau merampas hak orang lain akan tetapi dengan cara tersebut ia tidak akan mendapatkan falah di akhirat.

Dari masalah yang disebutkan di atas itu, ilmu ekonomi berperan menyelasaikan masalah kelangkaan relatif ini sehingga dapat mencapai falah di dunia dan falah di akhirat. Falah dapat diukur dengan tingkat mashlahah yang diperoleh. Kelangkaan tidak hanya terjadi dengan sendirinya akan tetapi juga bisa terjadi karena ulah manusia itu sendiri, sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Oleh karena itu ilmu ekonomi Islam mencakup tiga aspek dasar yaitu sebagai berikut:

a. Konsumsi.
yaitu komoditas apa yang dibutuhkan untuk mencapai mashlahah. Masyarakat harus memilih dan menentukan komoditas apa saja yang dibutuhkan untuk mencapai mashlahah. Pada dasarnya sumber daya alam yang tersedia bisa memenuhi semua kebutuhan manusia akan tetapi harus dipilih komoditas apa yang benar-benar dibutuhkan untuk mencapai falah.

b. Produksi.
yaitu bagaimana komoditas yang dibutuhkan itu bisa digunakan untuk mencapai falah. Masyarakat harus menentukan bagaimana cara memproduksi, siapa yang akan memproduksi dan seberapa banyak komoditas tersebut harus diproduksi agar mampu menciptakan mashlahah.

c. Distribusi.
yaitu bagaimana komoditas yang diproduksi tersebut di salurkan kepada masyarakat agar setiap orang mampu mancapai mashlahah. Masyarakan harus memilih siapa yang berhak menerima barang dan jasa tertentu agar tercipta falah yang diinginkan. Ilmu ekonomi berkewajiban mendistribusikan sumber daya dan pemanfaatannya secara adil dan merata sehingga setiap orang merasakan falah yang hakiki.

C.     EKONOMI ISLAM

1.      Pengertian dan ruang lingkup ekonomi islam
Ekonomi Islam telah lahir seiring dengan dilahirkannya Islam dimuka bumi ini. Ekonomi Islam lahir sebagai bagian integral yang tak dapat dipisahkan dari Islam itu sendiri. Islam sebagai ajaran hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, memberikan petunjuk dan aturan dalam kehidupan manusia itu, termasuk dalam kegiatan ekonomi.

Ilmu ekonomi secara umum barasal dari bahasa yunani yaitu oicos dan nomos. Oicos berarti aturan dan nomos berarti rumah tangga. Jadi secara sederhana ilmu ekonomi adalah ilmu yang mengatur rumah tangga.

Lebih luas Samuelson merumuskan “ilmu ekonomi diartikan sebagai kajian tentang perilaku manusia dalam hubungan dan pemanfaatan sumber-sumber prospektif yang langka untuk memproduksi barang-barang dan jasa-jasa serta mendistribusikannya untuk dikonsumsi”.

Kata rumah tangga, tidak hanya dipakai untuk hubungan suami-istri dan anak-anaknya saja, melainkan rumah tangga dalam artian luas mencakup kehidupan ramah tangga masyarakat dan rumah tangga negara. Ini berarti bahwa kegiatan ekonomi melibatkan seluruh anggota keluarga dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang dibutuhkan untuk kemudian secara keseluruhan berhak menikmati hasil dari apa yang diproduksi. Pengaturan rumah tangga ini mencakup tiga subsistem, yaitu produksi, konsumsi dan distribusi.

Berdasarkan ruang lingkup yang telah dipaparkan di atas, maka Islam sebagai sebuah agama yang mengatur segala aspek kehidupan manusia memiliki tatacara dalam perekonomian. Berkaitan dengan hal ini Yusuf Halim al-‘Alim mendefinisikan ilmu ekonomi sebagai; ”hukum tentang syariat aplikatif yang diambil dari dalil-dali yang terperinci terkait dengan mencari, membelanjakan dan cara-cara membelanjakan harta”. Defenisi ini menggambarkan bahwa ekonomi Islam adalah ilmu yang mempelajari seluk-beluk perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memanfaatkan segala sember daya yang ada dengan tujuan mencapai falah.

2.      Prinsip-prinsip ekonomi islam
Berdasarkan defenisi dan ruang linkup yang telah digambarkan diatas dapat di ambil kesimpulan, bahwa ekonomi islam mempunyai prinsip-prinsip yang harus dipegang teguh oleh umat manusia dalam menjalankan kegiatan ekonominya. Prinsip tersebut dapat digambarkan seperti sebuah bagunan, sebagaimana digambarkan oleh Adiwarman dalam tulisannya, bahwa bangunan ekonomi Islam didasari oleh lima nilai universal, yaitu Tauhid (keimanan), ‘Adl (keadilan), Nubuwwah (kenabian), Khilafah (pemerintah) dan Ma’ad (hasil). Kelima hal ini merupakan inspirasi untuk menyusun teori-teori ekonomi islam.

Namun toeri yang kuat dan baik tanpa diterapkan menjadi sebuah sistem, akan menjadikan ekonomi Islam hanya sebagai kajian ilmu saja tanpa memberi dampak terhadap kehidupan ekonomi. Oleh karena itu dari lima nilai-nilai universal tersebut, dibangunlah tiga prinsip derivatif yang menjadi ciri-ciri dan cikal bakal sistem ekonomi Islami. Ketiga prinsip derivatif itu adalah multytipe ownership, freedom to act, dan social justice.

Di Atas Semua Nilai Dan Prinsip Yang Telah Diuraikan Di Atas, Dibangunlah Sebuah Payung Yang Menggayomi Semua Nilai Tersebut, Ia Adalah Akhlak. Akhlak menepati posisi paling atas sebagai atap dari bangunan tersebut karena akhlak merupakan tujuan Islam dan dakwah para Nabi, yakni untuk menyempurnakan akhlak manusia dari segala aspek. Akhlak inilah yang menjadi panduan para pelaku ekonomi dalam menjalankan kegiatan ekonomi.

a.    Teori ekonomi Islam

1)      Tauhid
Tauhid merupakan fondasi ajaran islam. Dalam tauhid manusia menyatakan kesaksiannya bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan Nabi Muhammad adalah Rasul Allah. Manusia dalam hal ini meyakini bahwa Allah adalah pemilik langit dan bumi beserta seluruh isinya, Allah juga yang menciptakan manusia agar beribadah kepada-Nya. Manusia dimuka bumi hanya sebagai pengelola yang diamanahkan oleh Allah untuk membawa kemakmuran bagi bumi Allah, oleh karena itu segala yang dilakukan oleh manusia harus sesuai dengan apa yang diinginkan dan diperintahkan oleh Allah.

2)      ‘Adl
Allah adalah sang pencipta segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, ia memiliki sifat adil. Allah tidak membeda-bedakan perlakuanya terhadap hamba-nya secara zalim. Manusia sebagai khalifah dimuka bumi harus mampu mengelola sumberdaya secara adil dan merata tanpa menzalimi seorangpun dari pelaku ekonomi. Implikasi ekonomi dari nilai ini adalah bahwa manusia tidak boleh mengejar keuntungan untuk diri sendiri apabila keuntungan itu merugikan orang lain. Tanpa keadilan akan terjadi pertentangan dalam hidup manusia, akan ada manusia yang dizalimi dan ada manusia yang menzalimi.

3)      Nubuwwah
Nabi Muhammad diutus oleh Allah sebagai teladan yang baik bagi umat manusia, sebagai pembimbing yang akan membawa manusia kejalan yang diridloi oleh Allah. Nabi Muhammad memiliki sifat teladan yang harus diteladani oleh semua umat manusia, yaitu sidiq, amanah, fathonah, dan tabligh. Kegiatan perekonomian Islam harus mengacu kepada sifat-sifat Rasulullah tersebut. Rasul telah memberikan contoh yang baik bagi umat manusia bagaimana cara melakukan kegiatan ekonomi yang sesuai dengan syariat Islam.

4)      Khilafah
Dalam Alquran Allah berfirman bahwa manusia diturunkan kemuka bumi adalah sebagai seorang pemimpin yang akan membawa kemakmuran bagi alam semesta. Manusia dilahirkan sebagai seorang pemimpin, baik itu pemimpin bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat maupun pemimpin negara. Dalam Islam pemerintah memerankan peran yang sangat penting dalam perekonomian. Peran utama pemerintah dalam ekonomi adalah untuk memastikan bahwa kegiatan ekonomi  berjalan sesuai dengan prinsip syariah dan memastikan tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak manusia. Semua ini bertujuan untuk mencapai maqashid al-syariah (tujuan syariat islam), untuk memajukan kesejahteraan manusia.

5)      Ma’ad
Walaupun sering diterjemahkan sebagai “kebangkitan” tetapi secara harfiah ma’ad dapat diartikan “kembali”. Manusia hidup di dunia hanyalah sementara, dan suatu saat ia akan kembali kepada Allah karena kehidupan manusia tidak hanya di dunia saja akan tetapi berlanjut kepada kehidupan akhirat. Bagi manusia kehidupan dunia adalah ladang untuk mempersiapkan kehidupan akhirat.

b.    Prinsip-prinsip sistem ekonomi islam
Kelima nilai yang telah diuraikan di atas menjadi dasar inspirasi untuk menyusun teori ekonomi islam. Dari lima nilai tersebut kita dapat menurunkan tiga pinsip derivatif yang menjadi ciri-ciri dalam ekonomi Islam. Prinsip derivatif tersebut adalah sebagai berikut:

1)      Multitype ownership (kepemilikan multi jenis)
Nilai tauhid dan 'adl melahirkan konsep multitype owneship. Dalam sistem ekonomi kapitalis, prinsip umum kepemilikan yang berlaku adalah kepemilikan swasta; dalam ekonomi sosialis kepemilikan swasta tidak diakui dan yang berlaku adalah kepemilikan negara; sedangkan dalam ekonomi Islam kepemilikan yang berlaku adalah kepemilikan multijenis yaitu adanya pengakuan terhadap milik swasta dan pemerintah atau negara.

Prinsip ini adalah terjemahan dari nilai tauhid: pemilik primer langit, bumi dan seisinya adalah Allah, sedangkan manusia dianggap sebagai pemilik sekunder. Dengan demikian, konsep kepemilikan swasta diakui, akan tetapi untuk menjaga kestabilan ekonomi dan tidak ada monopoli faktor produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak oleh pihak swasta, maka faktor-faktor produksi yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah.

2)      Freedom to act (kebebasan untuk bergerak/usaha)
Ketika menjelaskan nilai-nilai nubuwwah, kita sudah sampai pada kesimpulan bahwa penerapan prinsip ini akan melahirkan profesional yang ahli disegala bidang, termasuk bidang ekonomi dan bisnis. Para pelaku ekonomi dan bisnis menjadikan sifat-sifat Nabi Muhammad sebagai panduan untuk melakukan aktifitasnya. Sifat-sifat Nabi Muhammad tersebut sudah terangkum dalam empat sifat nabi Muhammad, yaitu Sidiq, Amanah, Fathonah dan Tabligh. Keempat sifat tersebut bila digabungakan dengan keadilan dan nilai khilafah (good governance) akan melahirkan konsep freedom to act pada setiap muslim, khususnya bagi setiap pelaku bisnis dan pelaku ekonomi.

3)      Social justice (keadilan sosial)
Gabungan nilai khilafah dan nilai ma’ad akan menghasilkan keadilan sosial. Dalam Islam, pemerintah bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan  dasar hidup manusia dan menciptakan keadilan sosial antara yang kaya dan yang miskin.

Dua hal di atas belum sempurna tanpa adanya pelaku ekonomi yang profesional yang berakhlak mulia dan patuh akan ajaran agama tentang ekonomi.

D.    KESIMPULAN
Sistem ekonomi islam adalah sistem ekonomi yang bersumber pada Al-qur'an dan sunnah rasul yang mengajarkan manusia untuk bertauhid kepada Allah. Dalam ekonomi Islam diyakini bahwa alam dan segala isinya termasuk manusia adalah ciptaan Allah swt, dan bahwa sebagai makhluk dan khalifatullah fil ardh, manusia berkewajiban menjalankan dua tugas utama, yaitu bertauhid kepada Allah (rububiyah, uluhiyah, maupun mulkiyah) dan memakmurkan dunia sesuai dengan cara-cara yang diperintahkan-Nya. Begitu juga, sistem ekonomi islami didasarkan pada keyakinan bahwa Muhammad saw adalah rasul dan utusan Allah, pembawa kabar gembira sekaligus uswatun hasanah dalam semua kegiatan termasuk kegiatan perekonomian bagi seluruh manusia. Rasul telah memberikan contoh yang baik bagi seluruh umat manusia bagaimana cara bermuamalah yang baik. Keyakinan-keyakinan ini membawa konsekuensi pada pemahaman bahwa setiap upaya untuk menata perekonomian harus sesuai dengan ketetapan-ketetapan Allah swt sebagaimana termaktub di dalam al-Quran. Begitu juga, dalam tataran rinci, upaya-upaya untuk menata perekonomian harus disandarkan pada contoh-contoh yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah Muhammad saw sebagaimana termuat dalam sunnah-sunnahnya.

Perekonomian dalam islam berdasarkan kepada pertimbangan falah yang akan didapat dengan melakukan kegiatan ekonomi, baik itu konsumsi, produksi, maupun distribusi. Falah dalam ekonomi akan tercapai apabila pelaku ekonomi melakukan semua kegiatan ekonomi sesuai dengan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad sebagai uswatun hasanah dalam semua segi kehidupan.

Sumber: Makalah perkuliahan yang disampaikan oleh Dr.Yulizar Djamaludin Sanrego, M.Ec.

No comments:

Post a Comment