Asma'ul Husna

Laman

Saturday 30 November 2013

MANUSIA DENGAN NAFSU MANUSIAWINYA


Manusia, makhluk ciptaan Allah Subhanahu wa Ta'ala paling sempurna, bahkan Allah memerintahkan kepada seluruh penduduk langit untuk bersujud kepadanya "Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. [Q.S. Al Baqarah: 34]"


Harusnya dengan label 'hampir' sempurna menjadikan manusia pandai bersyukur. Namun keadaannya berbeda ketika akal serta nafsu ada didalam diri masing-masing individu. Kesenangan, kemewahan serta suatu hal yang membawa kepuasan menjadi makanan 'nafsu' yang menjadikan perkataan malaikat terbukti. "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?".

Adalah fitrah manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara lahiriyah maupun batiniah. Hal ini mendorong manusia untuk senantiasa berupaya memperoleh segala sesuatu yang menjadi kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan lahiriyah identik dengan terpenuhinya kebutuhan dasar (basic needs) berupa sandang, pangan dan papan. Tapi manusia tidak berhenti sampai disitu, bahkan cenderung terus berkembang kebutuhan-kebutuhan lain yang ingin dipenuhi. Segala kebutuhan itu seolah-olah bisa terselesaikan dengan dikumpulkannya Harta sebanyak-banyaknya.

Bahkan Al-Qur’an menyebut kata al-mal (harta) tidak kurang dari 86 kali. Penyebutan berulang-ulang terhadap sesuatu di dalam al-Qur’an menunjukkan adanya perhatian khusus dan penting terhadap sesuatu itu. Harta merupakan bagian penting dari kehidupan yang tidak dipisahkan dan selalu diupayakan oleh manusia dalam kehidupannya terutama di dalam Islam. Islam memandang keinginan manusia untuk memperoleh, memiliki, dan memanfaatkan harta sebagai sesuatu yang lazim, dan urgen. Harta diperoleh, dimiliki, dan dimanfaatkan manusia untuk memenuhi hajat hidupnya, baik bersifat materi maupun non materi. 

Atas dasar semua itu setiap manusia harus menyadari bahwa Pemilik Mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kepemilikan oleh manusia bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuanNya (QS al_Hadiid: 7). 

Rasulullah pernah berucap dalam sebuah Hadits riwayat Abu Daud: Seseorang pada Hari Akhir nanti pasti akan ditanya tentang empat hal: usianya untuk apa dihabiskan, jasmaninya untuk apa dipergunakan, hartanya darimana didapatkan dan untuk apa dipergunakan, serta ilmunya untuk apa dipergunakan.

Dengannya status harta yang dimiliki manusia adalah sebagai berikut : (1) harta sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada. (2) Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan [Ali Imran: 14]. (3) Harta sebgai ujian keimanan. Hal ini menyangkut soal cara mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam atau tidak [al-Anfal: 28] (4) Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksankan perintahNyadan melaksanakan muamalah si antara sesama manusia, melalui zakat, infak, dan sedekah.[at-Taubah :41,60; Ali Imran:133-134].

Cara Memperoleh Harta

Pemilikan harta dapat dilakukan melalui usaha (amal) ataua mata pencaharian (Maisyah) yang halal dan sesuai dengan aturanNya. [al-Baqarah:267] Sesungguhnya Allah mencintai hambaNya yang bekerja. Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah yang halal untk keluarganya maka sama dengan mujahid di jalan Allah (HR Ahmad). Bahkan mencari rezki yang halal adalah wajib setelah kewajiban yang lain (HR Thabrani) dan Allah juga memberikan sinyal yang disampaikan oleh Rasulullah untuk bertebaran di muka bumi "jika telah melakukan sholat subuh janganlah kalian tidur, maka kalian tidak akan sempat mencari rezki (HR Thabrani).

Sayangnya banyak manusia yang lupa diri akan hakikat hidup di dunia, nafsu manusiawi yang mengedepankan kepuasan individu seakan mendominasi hati sehingga ayat-ayat pengingat akhirat perlahan dilupakan bahkan semakin lalai menjalankan hidup di muka bumi ini. larangan mencari harta, berusaha atau bekerja yang melupakan mati [at-Takatsur:1-2] sudah bukan menjadi suatu aturan, bahkan parahnya banyak orang yang melupakan Zikrullah, melupakan sholat dan zakat [an-Nuur: 37], dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja [al-Hasyr: 7]. Seakan peringatan yang Allah wahyukan kepada Nabi Muhammad hanya menjadi tulisan yang tersusun rapi di dalam Al-Qur'an. Faktanya, sebagai perhiasan hidup harta telah menyebabkan keangkuhan, kesombongan serta kebanggaan diri.

Meski bagaimanapun harus selalu tetap berusaha kembali kepada ajaran Islam, ajaran yang mengajarkan untuk bersikap adil kepada sesama, ajaran yang mengharamkan manusia serakah dan ajaran yang menuntun kepada jalan kebenaran demi menggapai ridho Illahi. Karena meski bagaimanapun jika selalu mengejar harta, maka harta tersebut akan selalu menjauh dan setiap insan tidak akan pernah puas dengannya.

No comments:

Post a Comment